Inna kholaqnaakum min dzakarin wa untsa
wa ja’alnaakum syu’uban wa qobaaila lita’arafuu .. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
kelompok laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa
–bangsa untuk saling mengenal. Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat di atas)
adalah ketika Bilal Bin Rabah hendak mengumandangkan adzan di atas Ka’bah
sesaat setelah peristiwa Fathul Makkah. Beberapa orang Mekkah, mencemooh Bilal
Bin Rabah berkaitan dengan warna kulit (hitam). Ayat di atas menegasi bahwa
perbedaan warna atau jenis kelamin adalah kehendak Allah, yang punya derajat
yang sama.
Khusus mengenai
hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam, Allah menjelaskan ;
Dua
ayat di atas menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasang.
Dengan pasangan beda kelamin itu lah, tercipta kasih sayang dan ketentraman,
sehingga darinya mampu terbentuk generasi selanjutnya, maupun ikatan social
yang lebih baik lagi. Kenapa perlu adanya mawaddah, karena pernikahan tidak
akan bahagia jika hanya didasarkan pada ketertarikan fisik atau pemenuhan
biologis, tanpa didasarkan pada perasaan cinta kasih.
pernikahan
langgeng jika dalam berkeluarga ada mawaddah. Pernikahan biasanya hancur, jika
factor afesial (rasa kasih sayang) terabaikan. Dengan mawaddah, tidak hanya terjadi ikatan
hanya pada dua diri orang tersebut (yaitu suami-istri bersangkutan), melainkan
tercipta ikatan kekeluargaan yang lebih besar.
Karena selain keturunan, mereka juga
memperoleh ikatan kekeluargaan dengan kerabat pasangannya. Dalam hal ini Allah
berfirman; Dan Dia pula yang menciptakan
manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan munashoroh
(al Furqon : 54). Mushaharah yaitu hubungan kekeluargaan yang disebabkan oleh
ikatan perkawinan, seperti menantu, mertua, ipar, dan sebagainya.
Perkataan
“min anfusikum” dalam Ar Rum 21 di atas diartikan dengan “dari dirimu sendiri”,
maksudnya adalah berasal dari golonganmu sendiri, atau dalam hal ini sesame
manusia. Sehingga, tidak dikatakan normal, jika seseorang menikahi jin atau
binatang. Karena perilaku seperti ini sering ditemukan. Misalnya, orientasi
tidak dengan sesame manusia, melainkan dengan binatang. Ketentuan menikah
dengan lawan jenis dari golongan manusia berdasarkan ketetapan yang diberikan
oleh Allah, jika tidak maka akan dikatakan tindakan yang menyimpang.
Perilaku
reproduksi harus ditujukan dalam pembentukan keluarga yang sehat dan normal,
dan punya keturunan sehingga dapat melanjutkan risalah yang diberikan Allah
kepada manusia, dan mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan menjadi orang
sholeh, sebagaimana doa Nabi Ibrahim; Robbi
hab lii minas shoolihiin (Tuhanku, berikan kepada ku anak yang sholeh).
Allah
telah menciptakan ketetapan sesuai dengan ukuran, sehingga syariat islam jika
dijalankan akan selaras dengan ukuran alam, jika ukuran ini terabaikan akan
terjadi disfungsi biologis maupun social.
Tidak ada komentar