Seringkali ukuran keberhasilan ‘duniawi’ dijadikan
patokan. Seorang yang tak punya adab/sopan santun, bisa dipuji-puji, karena
keberhasilannya di bidang materi (bisnis). Seringkali orientasi kehidupan kita
terfokus pada masalah pencarian ‘point’,
apa sih yang kita kerjakan agar produktif di keesokan harinya.
Tak heran jika menjamur, trainer-trainer
motivasi yang arah-arahannya ditujukan pada semangat orang dalam membangun
karir dan bisnisnya. Bahkan ‘kenikmatan duniawi’ tidak selamanya hanya berupa
harta benda, melainkan banyak hal, dari hiburan, canda tawa, dan sebagainya
yang seringkali melalaikan bahwa kehidupan manusia itu hanya sebentar.
Bisnis atau kenikmatan duniawi lainnya, memang tidak bertentangan dengan agama, karena
agama memberi ruang kepada manusia untuk bekerja dan mencari nafkah, untuk
kelanggengan kehidupannya dan keturunannya, dan mereka juga membutuhkan
kesenangan sebagai kebutuhan psikis
mereka. Tetapi tak disangkal pula, jika
‘hubbud-dun-ya’ tanpa diimbangi
dengan sikap berpasrah kepada ilahi, maka
ia akan diperbudak oleh sesuatu yang dicintainya. Allah berfirman dalam Surat
al Hadid : 20
"Ketahuilah,
sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, dan
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, dan berbangga-bangga tentang harta
dan anak-anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan petani, kemudian
ia menjadi kering, maka kamu melihatnya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat ada azab yang keras dan keampunan daripada Allah dan keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
Al Qur’an
memang memerintahkan manusia agar tidak melupakan masalah duniawinya ( wa laa tansa inna nashibaka mina ad dun-ya/
jangan lah lupa jika sebagian dari kamu adalah hal keduniawian), ayat
tersebut hanya merujuk pada kondisi manusia dari segumpal daging yang
membutuhkan makan dan minum, belaka. Sama sekali tidak memerintahkan untuk
berlebihan dalam mencari harta benda. Tetapi tak dapat disangkal pula, bahwa
secara realitasnya juga, kehidupan ini juga dipenuhi dengan adegan-adegan
permainan.
Seorang yang
berlimpahan dalam harta, itu tidak selamanya karena seseorang tersebut
membutuhkan harta yang dicarinya. Jika jumlah harta melebihi kebutuhan konsumsinya,, maka semata-mata hanya tuntutan kesenangan belaka.
Mencari dan mengumpulkan harta, lalu menghitung-hitung seberapa banyak saham
yang telah ia tanamkan, seakan menjadi hobi yang berlangsung sepanjang hayat seseorang.
Yaitu orang yang mengumpulkan harta lalu
menghitung-hitungnya, mereka menyangka bahwa hartanya akan kekal (al Humazah:
2-3)
Tak ada satu
pun makhluk di dunia ini membutuhkan kekayaan 1 Triliun, kecuali hanya sebagai
‘permainan koleksi harta’ belaka. Sehingga
tak jarang, meski seseorang punya asset berlimpah, tetapi tak lepas dari usaha
kompetitif dengan pengusaha mapan lainnya untuk memenangkan pasaran. Selain
permainan (la’ibun) ekonomi, juga
terdapat permainan politik, dari level desa sampai level pusat.
Selain
model-model permainan di atas, ada pula permainan-permainan yang sengaja
diciptakan oleh manusia untuk berhibur. Dari seni music, tarian, swit, kartu,
olahrga, dan sebagainya. Banyak pula yang diisi oleh hiburan senda gurau. Dari
senda gurau dalam kehidupan keseharian, sampai senda gurau dari
televisi-televisi.
Permainan
dan senda gurau (la’ibun wa lahwun) ini sebenarnya tidak terlarang dalam agama
Islam, tetapi seringkali melalaikan manusia, bahwa mereka diciptakan di bumi
ini hanya sebentar saja. Orang yang menghasilkan guyonan, mampu menghibur orang
banyak dengan candaan, di sisi lainnya sukses secara ekonomi, akan sangat
dihormati oleh orang banyak.
Ini lah
salah satu kenikmatan duniawi. Dan
justru keadaan ini seringkali melupakan bahwa suatu saat ia akan dicabut
nyawanya, dan kembali kepada Allah dengan bertanggungjawab terhadap apa yang
telah dilakukannya selama di dunia, tanpa membawa bekal amal ibadah.
Orang yang
harinya hanya selalu berurusan dengan masalah keduniawian, berarti manusia itu
tidak menghargai waktu yang diberikan oleh kepadanya. “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih, dan saling memberi wasiat
dalam kebenaran dan kesabaran” (Surat Al ‘Ashr).
Ada pula
kehidupan duniawi lainnya yaitu, perhiasan dan kemilauan. Untuk saat ini sedang
musimnya ‘batu akik’. Sama seperti emas dan perak, juga salah satu jenis
perhiasan. Dimana jika seseorang memakainya terlihat lebih ‘pede’. Tak jarang, perhiasan dibeli
dengan harga sangat mahal. Dari ukiran kalung dan gelang emas kadar 24 karat,
mobil lamborgini, jam tangan merk rolex, dan seterusnya. Semakin banyak harta
yang ia dapatkan, tidak lah semakin banyak yang ia sedekahkan, tapi ia ‘laundry’ untuk membeli perhiasan dan
kesenangan-kesenangan lainnya.
Menjadi
rahasia umum, jika barang seni yang dipajang, “nilai seni”nya tidak lah
terletak pada keindahan estetika internal, melainkan ‘nilai seni’nya yang
tinggi, terletak pada harga yang tercantum pada lebel barang seni bersangkutan.
Semakin tinggi harga yang dipatok, maka akan menghasilkan gairah tinggi orang
melihat dan menikmati keindahannya. Tak
heran jika banyak artis, pengacara, dan beberapa orang ternama mereka
mengkoleksi mobil-mobil mewah seharga puluhan milyar rupiah. Anak, istri,
saudara-saudaranya, teman-teman separtai, seorganisasi, semuanya kecipratan.
Rasulullah
Saw bersabda ; “Demi Allah, bukan
kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku
kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan
untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka
berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits
riwayat Bukhori dan Muslim).
Berlebihan
dalam hubb ad dun-ya ini memang menyingkatkan waktu. Waktu 60
tahun, terasa sebentar karena diisi dengan kesenangan-kesenangan. Kesenangan
itu lah yang seringkali menutup ‘memori menakutkan’ tentang kepastian datangnya
kematian. Dalam Surat Al Mu’minum Allah berfirman;
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya
kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau
setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman,
‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui.' Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Akhirul kata, ada Sebuah Nasehat dari Malik
bin Dinar yang pantas direnungkan, dimana beliau menggambarkan tentang orang
yang berpenyakit cinta dunia dengan ungkapan sebagaimana berikut;
“Sesungguhnya
apabila badan sakit maka makan dan minum sulit untuk tertelah, istirahat dan
tidur juga tidak nyaman. Demikian pula hati apabila telah terbelenggu dengan
cinta dunia maka nasihat susah untuk memasukinya”
Tidak ada komentar