Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» »Unlabelled » MAKNA BULAN SYAWAL
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama




Bulan syawal dikenal orang pada umumnya dengan perayaan Idul Fitri-nya, atau dengan puasa syawalnya. Sebagian muslim malah mengharapkan akan datangnya 1 syawal, karena mereka sudah merasa tidak kuat lagi harus menanggung beban puasa sebulan penuh. Bahkan, makna “kemenangan” di bulan syawal, seolah berganti. Atau peyoratif, yaitu mengalami pergeseran makna, dari makna positif menjadi makna negatif. Aslinya harus dimaknai dengan kemenangan seseorang melawan segala hawa nafsu, dan meningkatkan kadar keimanan selama sebulan penuh, dan disyukuri dengan banyak mengagungkan Allah dengan bertakbir, memuji Allah dengan bacaan hamdalah atau mensucikan Allah dengan bacaan tasbih. Berganti makna nya, dengan acara pemborosan di mall-mall, dengan membeli segala pernak-perniknya. Seolah Idul Fitri menghalalkan hedonisme.

Banyak orang yang belum tahu makna apa yang terkandung dalam kata “syawal”, karena ini tidak ditemukan dalam kosa kata bahasa Arab. Menurut sebagian ulama, kata syawal ini berasal dari kata syalat yang artinya ‘mengangkat’,  yaitu tingkah laku onta betina ketika menolak pejantan untuk kawin. Sehingga orang arab jahiliyyah, pada zaman dulu, tidak diperkenankan untuk menikah di bulan ini. Ketika rasulullah datang, maka rasul mengganti kebiasaan tersebut, dengan menganjurkan untuk menikah di bulan syawal.

Pada umumnya masyarakat muslim Indonesia mempercayai bahwa bulan sesudah Romadhon adalah ‘musim nikah’. Karena ini adalah sunnah Nabi, kedua karena praktis. Sebagaimana diketahui, selama romadhon, sulit bagi seorang individu untuk menikahkan putra dan putrinya di bulan romadhon, dan melakukan walimahan di bulan tersebut. Karena dalam acara pernikahan, dalam agama juga dianjurkan untuk menjamu banyak orang. Dan hal ini sudah tentu tidak bisa dilaksanakan bagi seorang muslim. Maka, mereka ‘menunda’nya di bulan berikut nya yaitu di bulan syawal.

Rasulullah sendiri menikah dengan Siti Aisyah ketika bulan syawal, sebagaimana penuturan Siti Aisyah :, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan beliau tinggal satu rumah denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri beliau yang lebih beruntung dari pada aku.” (HR. Ahmad & Muslim). Hal ini jelas membantah kebiasaan orang jahiliyah di masa lampau tentnag ketidakbolehan seseorang menikah di bulan tersebut.


Orang arab pada waktu lampau menolak menikah di bulan ini karena diyakini sebagai bulan sial. Sama seperti sebagian orang Jawa, yang menolak untuk mengadakan acara besar di bulan Muharram (atau dalam penanggalan Jawa disebut dengan bulan Suro). Mereka meyakini bulan Suro sebagai bulan keramat, jika mengadakan acara di bulan ini dalam bentuk apapun, termasuk pernikahan, maka dapat mendatangkan malapetaka. Padahal sama seperti bulan Syawal, bulan Muharram pun juga diperbolehkan seseorang untuk melangsungkan pernikahan dan walimahan. 

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply