Bulan Dzulqo’dah jatuh setelah bulan Syawal, dan sebelum bulan Dzulhijjah.
Bulan Dzulhijjah adalah Bulan Haji, dan bulan Dzulqo’dah, dalam tradisi ummat
muslim, merupakan bulan persiapan haji. Karena pada masa lampau, orang banyak
bepergian ke tanah suci di bulan ini, untuk menunaikan ibadah haji. Pemberangkatan
haji di Indonesia, sampai sekarang kebanyakan juga dilakukan pada bulan ini.
Ada hal yang menarik di bulan ini, terutama terkait dengan penamaannya,
yaitu Dzulqo’dah. Kata ini mengandung dua anak kata, yaitu dzul dan qo’dah. Dzul
artinya sebagai “sesuatu yang memiliki’, sama makna nya dengan istilah ‘Dzat’
yang merujuk pada Yang Memiliki (yaitu Allah). Sedangkan kata kedua, yaitu qo’dah.
Berasal dari wazan ‘aqoda’-ya’qudu, yang berarti duduk. Jika kedua kata
tersebut digabungkan , maka dipahami sebagai masa untuk duduk. Karena pada masa
ini, seseorang tidak diperkenankan untuk melakukan peperangan. Baik masa
sebelum rasul, atau pada masa kerasulan.
Pada masa jahiliyyah, bulan ini diperuntukkan untuk berdagang dan menggelar
pameran syair-syair. Waktu arab pra-islam, syair merupakan seni tertinggi, dan
diminati oleh banyak orang. Masa ini adalah masa damai, yaitu kesepakatan para
penguasa suku Arab untuk genjatan senjata. Mereka berdagang dan melakukan
perjalanan dengan sangat aman. Islam, sebagai agama damai, mempertahankan tradisi
ini. Bulan tersebut, adalah bulan Dzulqo’dah, dzulhijjah, muharram dan rajab, ,
sebagai bulan haram, atau bulan perdamaian.
Dalam keyakinan ummat Islam bulan-bulan ini tidak hanya sebagai bulan tidak
berperang, melainkan bulan dimana Allah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana
disebutkan dalam At Taubah 36
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi
Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya, dan perangilah orang-orang musyrik yang memerangi mu secara kaffah, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” (At Taubah: 36).
Di akhir ayat tersebut terdapat
kalimat ‘wa laa tuzhlimuu fiihinna anfusakum’ (dan jangan lah kamu berlaku
zhalim di dalamnya). Terdapat dua
penafsiran, apakah hal ini merujuk pada itsna ‘asyara syahran(12
bulan) atau pada arba’atun hurum (empat
bulan haram). Penafsiran lainnya, menyatakan bahwa ketidakbolehan tersebut
mencakup 12 bulan, terlebih pada masa-masa empat bulan haram. Artinya di
bulan-bulan ini dikhususkan agar kita terhindar dari perbuatan yang pada
akhirnya menzholimi diri kita sendiri, yaitu perbuatan maksiat.
Di bulan ini, kita juga
dianjurkan untuk berumrah, karena rasulullah sendiri biasanya berumrah di bulan
ini, selain umrah yang dilakukannya bersama hajinya (yaitu di bulan
dzulhijjah). Sebagaimana dapat dilihat dari hadits berikiut ini; “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan
Dzul Qo’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu
adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umrah tahun depan di bulan Dzul
Qo’dah, … (HR. Bukhari 1780 & Muslim 1253)
Tidak ada komentar