Puasa Syawal adalah
puasa sunnah yang dijalankan di bulan syawal selama enam hari. Sebagaimana
hadits Nabi Muhammad Saw, “Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari
bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim). Pada hadits tersebut, setelah berpuasa
Ramadhan, maka diikuti dengan puasa sesudahnya (yaitu di bulan Syawal). Tetapi
perlu diingat, bahwa puasa sunnah syawal ini tidak boleh dilakukan pada tanggal
1 syawal, karena hal ini terlarang dalam agama. 1 syawal merupakan salah satu
hari yang tidak diperkenankan puasa. Semua ummat islam, diwajibkan untuk
merayakan hari raya, dengan makan atau minum di siang hari, di hari tersebut.
Sedangkan pelaksanaan
puasa syawal, adalah dengan memilih enam hari di antara hari-hari di bulan
syawal. Sedangkan menurut Imam Syafii, keenam hari tersebut adalah hari-hari
yang berturut-turut. Artinya jika memilih dimulai tanggal 3 syawal, maka
tanggal 3-8 syawal adalah puasa-puasa baginya. Menurut pendapat lainnya, puasa
syawal tidak harus dilaksanakan secara berturut-turut, tetapi dengan
terpisah-pisah.
Menurut Syaikh Abdullah
Ibn Baz, ulama dari Kerajaan Saudi Arabia, menyatakan bahwa puasa syawal tak
harus berurutan harinya. Karena, sebagaimana hadits yang disebutkan di atas,
nabi hanya menyatakan secara umum tentang pelaksanaan puasa sunnah enam hari di
bulan syawal, tanpa menjelaskan berurutan ataukah terpisah.
Terkait penentuan
permulaan kapan kita mulai menjalankan puasa syawal, dapat dilihat dari hadits
yang diriwayatkan oleh Ahmad sebagaimana berikut ‘Jika
kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852).
Artinya, jika kita selesai merayakannya, maka dianjurkan untuk berpuasa. Jika
diterapkan dalam tradisi di Indonesia, dimana merayakan Idul Fitri dengan
lebaran, yang diisi dengan serangkaian kegiatan silaturahmi ke sanak keluarga,
kerabat, tetangga, dan sejawat, maka hendaknya jika segala kegiatan-kegiatan
tersebut, berlalu. Misalnya di Indonesia, sampai hari ketujuh, relatif masih
ramai dengan acara-acara yang berkaitan dengan lebaran.
Bagi pihak yang memiliki
‘hutang puasa’, maka dianjurkan untuk ‘melunasi’ puasa nya dengan meng-qodho
nya. Qodho puasa biasanya didapatkan dari wanita-wanita yang mendapat haidh di
bulan ramadhan, atau orang yang sakit selama beberapa hari di bulan tersebut
sehingga harus membatalkannya, atau orang yang bepergian jauh yang mengharuskan
ia tidak dapat melaksanakan puasa. Di Indonesia, banyak pemudik yang harus
membatalkan puasanya, karena menemukan banyak rintangan selama perjalanan,
seperti kemacetan selama berjam-jam, sehingga diperbolehkan secara syariat
untuk membatalkan puasanya.
Pertanyaan nya, apakah
boleh melakukan puasa syawal, tetapi ia sendiri masih mempunyai kewajiban
menjalankan ibadah puasa selama beberapa hari, yang terpaksa ia tinggalkan?
Sebagian besar ulama, menyatakan makruh. Artinya, lebih baik mengqodho romadhon
nya dulu, setelah itu baru menjalankan puasa syawal. Meski demikian, tetap
diperkenankan untuk menjalankan puasa syawal, dengan pertimbangan bahwa qodho
puasa romadhon adalah waktu yang sangat longgar yang meliputi satu tahun,
sampai sebelum datangnya romadhon tahun depan, dan tidak ada perintah untuk
mengqodho puasa sesegera mungkin. Ini lah yang menjadi dasar bagi para ulama
untuk tidak mengharamkan pelaksanaan puasa sunnah, walaupun masih mempunyai
tanggungan puasa wajib. Adapun keutamaan dari puasa syaawal ini adalah berpuasa di bulan ini seperti berpuasa setahun penuh.
Tidak ada komentar