Tidak semua tradisi
terkait dengan agama atau kepercayaan. Ada pula tradisi yang sama sekali tidak
ada unsur kepercayaan di dalamnya, seperti Agustusan. Sejak awal bulan Agustus,
hampir semua kampung sudah mempersiapkan adanya ‘acara agung’ tersebut. Di
pinggir-pinggir jalan terdapat para penjual bendera merah putih, gambar
pancasila, umbul-umbul dan pernak-pernik kebangsaan lainnya. Karena penjual
tahu, bahwa saat bulan agustusan ini lah, bendera dan simbol-simbol negara
banyak yang membutuhkan.
Meski tidak ada aturan
yang mewajibkan pemasangan bendera Merah Putih, tetapi masyarakat secara
serempak memasang bendera merah putih, tepat di depan rumah mereka, sebagai
simbol penghormtan kepada bangsa dan negara. mereka pada umumnya sudah memasang
bendera merah putih, sejak beberapa hari sebelum hari ‘H’ yaitu tanggal 17
Agustus.
Tidak hanya bendera
merah putih, tetapi tiap kampung mempersiapkan diri, dengan membersihkan
sudut-sudut perkampungan dan memperjelas garis putih di pinggir jalan-jalan
kampung dan memasang umbul-umbul, sehingga kampung terlihat bersih dan rapi.
Tidak hanya itu, tiap jalan masuk kampung dihias dengan gapura. Oleh karena
itu, selama bulan agustus ini, penduduk kampung banyak yang melakukan kerja
bakti, baik untuk bersih-bersih kampung, memasang umbul-umbul, menghias gapura,
dan mempersiapkan lomba untuk menyambut acara 17an.
Ketika tanggal 16
Agustus malam, dilakukan tirakat. Di sini mereka menggelar pertemuan kampung,
pidato oleh sesepuh dan tokoh-tokoh kampung, kemudian diisi dengan panggung
hiburan atau diisi dengan nonton film perjuangan bangsa Indonesia meraih
kemerdekaan atau lainnya. Kemudian ditutup dengan doa bersama yang dipimpin
oleh seorang tokoh agama setempat. Biasanya tradisi tirakatan ini dimulai pada
pukul 8 malam, dan selesai sebelum jam 11 malam.
Tanggal 17 Agustus
adalah hari libur bagi seluruh instansi, kecuali Rumah Sakit, kantor
Kepolisian, atau instansi-instansi penting lainnya. Sekolah diliburkan,
sehingga banyak anak-anak yang bisa ikut lomba tujuh belasan. Lomba tujuh
belasan biasanya dilaksanakan di lahan relatif luas yang ada di kampung
tersebut, atau jika tidak diadakan di aula milik kampung. Bermacam-macam lomba
diadakan, dari lomba panjat pinang, balap karung, lomba makan kerupuk, dan
sebagainya.
Menurut sebagian orang,
perlombaan-perlombaan tersebut terdapat makna terdalam. Misalnya lomba makan
kerupuk dengan tangan terikat, menandakan sulitnya memperoleh makanan pada
waktu zaman penjajahan dahulu. Lomba balap karung, menggambarkan kondisi
mengenaskan waktu penjajahan jepang, dimana banyak orang kekurangan sandang,
termasuk celana, sehingga mereka memilih karung, sebagai penggantinya. Terlepas
dari benar tidaknya hal tersebut, perlombaan ini punya tujuan yaitu menggalang
persatuan orang-orang di kampung sekaligus memeriahkan perayaan 17 Agustusan.
Biasanya di pesantren atau sekolah, mereka meliburkan
tetapi mewajibkan para siswanya untuk hadir di pagi hari untuk mengadakan
upacara bendera. Tiap bangsa mempunyai cara sendiri untuk mendidik nasionalisme
pada generasi mereka, di Amerika Serikat misalnya, mereka sebelum memulai
pelajaran di sekolah, mereka mengikrarkan janji untuk setia kepada bangsa
Amerika Serikat. janji kesetiaan itu dikenal dengan nama Pledge of Allegiance, yang berbunyi "I pledge allegiance to the Flag of the
United States of America, and to the Republic for which it stands, one Nation
under God, indivisible, with liberty and justice for all.
(Saya berjanji untuk setia kepada bendera Amerika Serikat, dan setia kepada
Republik dimana aku berpijak, satu bangsa di bawah kekuasaan Tuhan, yang tidak
bisa dicabut, dengan kebebasan dan keadilan bagi semuanya).
Di Indonesia , penanaman nilai
nasionalisme ini dengan upacara bendera, dengan mempelajari nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila, dan aktif dalam kegiatan tujuhbelasan, yang
melambangkan kerukunan dan gotongroyong demi semangat kemerdekaan
(kemandirian). Selain itu, dengan mengunjungi makam pahlawan. Berkunjung ke
makam pahlawan untuk mendoakan mereka, adalah pengaruh dari ajaran agama Islam,
dimana berziarah kubur, adalah bagian dari ibadah, selama tidak mencampurkannya
dengan perbuatan syirik. Tokoh pahlawan yang sering dikunjungi adalah makam Ir.
Soekarno di Blitar, makam Jendral Soedirman di Yogyakarta, pangeran Diponegoro
di Makassar dan sebagainya.
Tradisi atau kebiasaan lain di
Indonesia adalah menonton siaran upacara bendera yang dipimpin oleh Presiden di
Istana Negara, baik secara langsung maupun lewat televisi. Tradisi ini adalah
turun temurun, sejak zaman Soekarno, ke zaman Soeharto, kemudian bertahan
hingga zaman sekarang.
Tidak ada komentar