Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» »Unlabelled » BULAN DZULHIJJAH SEBAGAI BULAN HAJI
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama



Bulan Dzulhijjah adalah pengujung tahun atau bulan ke 12 pada kalender Hijriyah. Jika pada kalender Masehi, Bulan ke-12 identik dengan musim Hujan, bulan ke 12 pada Kalender Hijriyah identik dengan musim haji. Karena pada bulan ini terdapat pelaksanaan ibadah haji, yaitu dimulai dari tanggal 9 Dzulhijjah dengan melakukan wukuf di Arafah. Bulan Dzulhijjah dan bulan-bulan lainnya dalam sistem kalender Hijriyah tidak dapat dipakai untuk menentukan musim hujan atau kemarau, tetapi dipakai dalam pelaksanaan ibadah-ibadah sebagaimana  yang diatur dalam syariat Islam.

Dzulhijjah adalah Bulan Haji, karena Dzulhijjah sendiri artinya dzul : yang mempunyai, dan hijjah; haji, sehingga dzulhijjah bulan yang mengandung waktu pelaksanaan haji. Hal ini sangat berpengaruh pada kebiasaan di negara-negara yang bermayoritas beragama Islam, seperti di Indonesia ini. Misalnya pada bulan ini, ratusan ribu ummat muslim tiap tahun nya, menyiapkan diri di bulan ini.

Mereka berangkat sesuai dengan kloternya, kemudian menginap di embarkasi haji, kemudian diberangkatkan ke tanah suci. Ketika mereka berangkat, maka terdapat acara pengajian, yang bertujuan untuk mendoakan agar perjalanan haji mereka lancar. Ketika pulang, mereka melaksanakan tasyakuran. Ibadah haji pada diri nya sendiri adalah suatu ibadah yang terpisah, tetapi karena tabiat manusia dalam bermuamalah, maka muncul lah tradisi-tradisi dalam rangka pemberangkatan haji.

Secara kebahasaan, haji artinya mengunjungi, dalam hal ini adalah mengunjungi Mekkah untuk berwukuf, berthowaf dan beberapa rukun lainnya. Ibadah haji sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim alaihi salam. Karena perkembangan kebudayaan pada Arab, risalah tauhid Nabi Ibrahim perlahan mengalami perubahan kembali ke kemusyrikan. Ibadah haji yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim pun mengalami perubahan. Tujuan ibadah haji, yang sebelumnya hanya untuk mengagungkan Allah, pada zaman jahiliyah berubah, ke penyembahan ke banyak dewa. Ka’bah sebelum kedatangan Islam, di dalamnya berisi patung-patung para dewa sesembahan orang Arab pada zaman dahulu.

Islam datang memperbaikinya, lafazh-lafazh dikembalikan lagi ke aslinya, yaitu sebagai bentuk pengagungan hanya pada satu Tuhan, yaitu Allah Swt. Ibadah haji sendiri, diilhami oleh kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dimana Siti Hajar, ditinggal seorang diri bersama putranya di tengah padang pasir, yang saat itu belum ditemukan adanya sumber air (oase). Kisah ini adalah kisah inspiratif, yaitu perjuangan seorang Ibu untuk menyelamatkan anaknya, dengan mencari sumber air. Ia harus berlarian dari satu bukit ke bukit lainnya, sampai tujuh kali sebelum menemukan nya. Itu lah yang mengilhami sa’i, yaitu berlari kecil antara bukit marwa dan shofa sampai tujuh kali.

Tetapi perkembangan zaman, memungkinkan perkembangan berbagai fasilitas sehingga semua orang dapat menikmati perjalanan haji secara lebih mudah daripada waktu lampau. Pada masa sekarang, di masjidil Haram, lantai tanah pada masa rasul, kini berganti dengan lantai marmer. Di tiap-tiap ujung masjidil haram terdapat kipas angin besar yang dapat menyemprotkan air, sehingga mengurangi panasnya cuaca di sana. Antara bukit safa dan bukit marwa, saat ini berbentuk bangunan lorong panjang yang menghubungkan keduanya, berlantai marmer, sehingga seorang dapat melakukannya secara mudah. Dapat dibayangkan, bagaimana beratnya perjalanan haji pada zaman dahulu, dimana fasilitas-fasilitas tersebut tidak ada.

Pada zaman dahulu, biasanya orang pergi haji tidak hanya untuk haji, melainkan juga menuntut ilmu. Dapat dibayangkan, dulu perjalanan dari Jawa ke Tanah Suci selama berbulan-bulan naik kapal. Mereka tidak langsung pulang, melainkan menuntut ilmu di sana selama beberapa tahun, kemudian pulang ke tanah air. Banyak ulama dari Indonesia, yang berhaji ke sana, kemudian menetap. Dua ulama besar yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, mereka pergi ke Mekkah tidak hanya untuk haji, melainkan juga menetap kesana dan berguru kepada ulama. Seorang ulama paling terkemuka, yaitu Syeikh Nawawi Al Bantani, beliau tidak hanya menetap, tetapi sampai akhir hayatnya tinggal di sana, dan menjadi Imam di Masjidil Haram.


Para pemikir dan aktivis gerakan Islam, menyebut haji ini sebagai muktamar ummat Islam. Karena ummat islam dari penghujung negeri berdatangan ke satu titik, yaitu Masjidil Haram di Mekkah. Dalam sejarahnya, orang-orang yang ke mekkah berhaji, kembali ke tanah air, dengan membawa misi pembaharuan. KH Hasyim Asy’ari membawa misi untuk menyatukan para ulama ahlus sunnah wal jama’ah di tanah air. KH Ahmad Dahlan, membawa misi pembaharuan dan modernisasi di bidang pendidikan ummat islam dan pemikiran. Dan beberapa ulama di Sumatra Barat, mendirikan gerakan keagamaan Sumatra Tawalib.  

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply