Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» » Harmonis dalam Bertetangga
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama






Fitrah Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia adalah makhluk multidimensi. Ia adalah makhluk yang diciptakan untuk beribadah kepada Allah (Al Baqoroh: 21), selain itu juga makhluk biologis dan social. sebagaimana firman Allah;

Wabtaghi fiimaa ataaka Allah ad-daaral akhirat wa laa tansa nashibaka minad dunyaa wa ahsin kamaa ahsana Allahu ilaika wa laa tabghil fasaada fil ardli, inna Allaha laa yuhibbul mufsidiin

Artinya:

Carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al Qashash: 77)

Adalah sebuah beban yang harus dipikul oleh manusia, ia tidak hanya berhubungan pada dimensi ilahiyyah semata, melainkan juga dimensi social. Jika tidak berpegang pada keduanya, dan bertindak ekstrim (melampaui batas), maka akan menurunkan derajat dirinya sendiri (diliputi kehinaan).

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada Allah, dan dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah, dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu, karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah, dan membunuh para nabi, tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas." (Ali Imran: 112)

Perintah Memuliakan Tetangga

Dalam berhubungan dengan tetangga, maka usahakan untuk tidak bertindak lebay hingga menyebabkan gangguan social. Islam menekankan upaya kohesi social, dengan berbuat baik dengan siapa saja, termasuk dengan tetangga. Sebagaimana firman Allah;
Artinya

Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).

Memuliakan tetangga adalah salah satu unsur pembangun Iman. Karena Iman seorang mukmin tidak hanya tertuntut pada aspek keyakinan belaka, melainkan juga pada aspek amaliyah. Sedang penghormatan terhadap tetangga, merupakan salah satu aspek moral islam (akhlaq) yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Sabda Nabi;

Man kaan yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyukrim jaarohu

Artinya: 

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).

Tetangga adalah mitra social terdekat. Dengan mereka kita dapat belajar untuk berta’aruf (salingmengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling membantu) dan akhirnya bertakaful (saling tergantung). 

Bertetangga yang ideal dalam islam adalah satu orang dengan orang lain (tetangga) sangat lah dekat. Rasulullah berkisah;

Maa zaala jibriilu yuushiinii bil jaari hatta zhonantu annahu sayuwarritsuhu

Artinya: “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku perihal tetangga, sampai aku (Muhammad) mengira tetangga tersebut akan menjadi ahli warisnya” (Bukhori & Muslim)

Hadits di atas bukan lah penjelasan bahwa tetangga berhak mewarisi kekayaan, melainkan gambaran hubungan yang harus dibangun dengan tetangga, seperti hubungan dengan keluarga terdekat (ahli waris).

Penjelasan secara detail tentang akhlaq bertetangga dapat dilihat dari riwayat lainnya.  Dalam suatu riwayat diceritakan tentang tanya jawab antara Rasulullah dengan Sahabat;
Rasul : “Tahukah kalian apa saja yang menjadi hak tetangga?”

Sahabat:” Allah & Rasulnya yang lebih mengetahui”
Rasul: “Hak tetangga itu adalah,
                Jika ia minta tolong kepadamu, tolonglah
                Jika meminta pinjaman kepadamu, pinjamilah
                Jika meminta bantuan, bantulah
                Jika ia sakit, jenguklah
                Jika memperoleh kebaikan, berilah selamat
                Jika mengalami musibh, berta’ziyahlah
                Jika meninggal, maka antarkanlah jenazahnya” (HR Tabrani).

Larangan Dalam Kehidupan Bertetangga

Sebaliknya, hal-hal yang menggangu dalam berhubungan antar tetangga, dilarang oleh Rasulullah,, sebagaimana sabdanya;

Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman.” Para Sahabat bertanya, ”Siapa ya Rasulullah?” Beliau SAW menjawab, ’Orang yang jika tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR Bukhori)

Dalam kehidupan bertetangga, seringkali kita lalai dengan kehidupan sekitar. Sehingga ketika kita mendapatkan kelebihan nikmat, tetapi sebaliknya tetangga kita sedang mengalami kelaparan. Hal ini sangat lazim terjadi, apalagi di Negeri kita. Dimana rumah gedong mewah, bersandingan dengan pemukiman kumuh. 

Dari Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah beriman seseorang, orang yang kenyang sementara tetangganya sedang kelaparan” (HR Ath Thabrani)

  Hadits di atas menekankan pentingnya berempati dengan tetangga yang tidak mampu. Agar dapat berempati, maka seseorang harus sering bersosialisasi untuk mengetahui keadaan sekitar.
Rasulullah mengutuk keras orang yang dimana seorang tetangga sampai dibuat ‘tidak aman’ dengan kelakuan jahatnya. 

Rasul bersabda ; ‘Wallahi laa yu’minu, Wallahi laa yu’minu, qiila: wa man ya rasulullah? Qoola: alladzii laa ya’manu jaarohi bawaa’iqohu’
Artinya
Rasul : Demi Allah tidak lah beriman,, Demi Allah Tidak lah beriman
Sahabt : Siapa ya Rasulullah?
Rasul : Orang yang tidak aman para tetangganya dari tindakan jahatnya. (HR Bukhori & Muslim)
Jadi sikap usil terhadap tetangga, adalah satu perbuatan terlarang dalam Islam. Pada penjelasan hadits yang lain (serupa), disebutkan;
Al muslimu man salima al muslimuuna min lisaanihi wa yadihi
Artinya : “Seorang muslim adalah orang yang selamat muslim lainnya dari lisan dan perbuatannya”. (HR Buchori dalam kitab shahihnya)

Meskipun, hadits di atas ditujukan hanya kepada muslim, tetapi dilihat dari perbandingannya dengan hadits-hadits lainnya, juga berlaku pada seluruh tetangga, tidak hanya muslim, melainkan juga tetangga non muslim.

Bentuk penghormatan terhadap tetangga tidak hanya pada urusan ‘perhatian pada isi perut’ melainkan juga mengenai masalah ‘psikologis’(perasaan). Seseorang itu tidak berhak menyakiti perasaan orang lain, siapapun itu juga.

Yaa rasulallah inna fullanah tusholli laila wa tashumu an nahaaro, wa fii lisaanihaa syai’un tu’dzii jiiroonahaa, qoola : laa khoira fiihaa hiya fin naari.
Artinya
Sahabat bertanya : Ya Rasulullah sesungguhnya seorang perempuan sholat di malam hari, dan berpuasa di siang hari, tetapi di lisannya menyakitkan tetangganya.
Rasul Menjawab : Tidak ada kebaikan didalamnya (diri perempuan tsb), dan ia (akan dicampakkan) di neraka. (HR. Al Hakim).

Hadits di atas menunjukkan harus ada kesesuaian antara ibadah mahdhoh dengan ibadah muamalah. Jika ibadah mahdhoh tak diimbangi dengan kebaikan dalam hal bermuamalah (berhubungan dengan orang lain), maka akan ditolak amalan ibadah mahdhohnya. Hadits di atas menggambarkan bahwa seorang yang rajin ibadah, tetapi dicampakkan di neraka, karena perbuatan yang suka menyakiti orang lain.

Terdapat banyak larangan-larangan dalam bertetangga lainnya yang terdapat pada sunnah Nabi, yang kesemuanya melarang bertindak jahat dan menyakiti perasaan tetangga (orang lain), seperti perintah memamerkan makanan tetapi ia sendiri tak memberikan jatah makan kepada tetangga (HR. Tabrani)

Kesimpulan

Ajaran Islam tentang kehidupan bertetangga adalah menjaga keharmonisan dalam berhubungan satu dengan lainnya, serta tidak bertindak makar, berlebihan (melampaui batas), hingga merusak tatanan kehidupan masyarakat.

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply