Slider
Travel
Performance
‹
›
Cute
My Place
Slider
Racing
Fitrah Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia
adalah makhluk multidimensi. Ia adalah makhluk yang diciptakan untuk beribadah
kepada Allah (Al Baqoroh: 21), selain itu juga makhluk biologis dan social.
sebagaimana firman Allah;
Wabtaghi
fiimaa ataaka Allah ad-daaral akhirat wa laa tansa nashibaka minad dunyaa wa
ahsin kamaa ahsana Allahu ilaika wa laa tabghil fasaada fil ardli, inna Allaha
laa yuhibbul mufsidiin
Artinya:
Carilah apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Al Qashash: 77)
Adalah
sebuah beban yang harus dipikul oleh manusia, ia tidak hanya berhubungan pada
dimensi ilahiyyah semata, melainkan
juga dimensi social. Jika tidak berpegang pada keduanya, dan bertindak ekstrim
(melampaui batas), maka akan menurunkan derajat dirinya sendiri (diliputi
kehinaan).
"Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada Allah, dan dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari
Allah, dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu, karena mereka kafir
kepada ayat-ayat Allah, dan membunuh para nabi, tanpa alasan yang benar. Yang
demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas." (Ali Imran: 112)
Perintah
Memuliakan Tetangga
Dalam
berhubungan dengan tetangga, maka usahakan untuk tidak bertindak lebay hingga
menyebabkan gangguan social. Islam menekankan upaya kohesi social, dengan
berbuat baik dengan siapa saja, termasuk dengan tetangga. Sebagaimana firman
Allah;
Artinya
“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Memuliakan tetangga adalah salah
satu unsur pembangun Iman. Karena Iman seorang mukmin tidak hanya tertuntut
pada aspek keyakinan belaka, melainkan juga pada aspek amaliyah. Sedang
penghormatan terhadap tetangga, merupakan salah satu aspek moral islam (akhlaq)
yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Sabda Nabi;
Man kaan
yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyukrim jaarohu
Artinya:
Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).
Tetangga
adalah mitra social terdekat. Dengan mereka kita dapat belajar untuk berta’aruf
(salingmengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling membantu) dan
akhirnya bertakaful (saling tergantung).
Bertetangga
yang ideal dalam islam adalah satu orang dengan orang lain (tetangga) sangat lah
dekat. Rasulullah berkisah;
Maa zaala jibriilu yuushiinii bil jaari hatta
zhonantu annahu sayuwarritsuhu
Artinya:
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku perihal tetangga, sampai aku (Muhammad)
mengira tetangga tersebut akan menjadi ahli warisnya” (Bukhori & Muslim)
Hadits di
atas bukan lah penjelasan bahwa tetangga berhak mewarisi kekayaan, melainkan
gambaran hubungan yang harus dibangun dengan tetangga, seperti hubungan dengan
keluarga terdekat (ahli waris).
Penjelasan
secara detail tentang akhlaq bertetangga dapat dilihat dari riwayat
lainnya. Dalam suatu riwayat diceritakan
tentang tanya jawab antara Rasulullah dengan Sahabat;
Rasul : “Tahukah kalian apa saja yang menjadi
hak tetangga?”
Sahabat:” Allah & Rasulnya yang lebih mengetahui”
Rasul: “Hak tetangga itu adalah,
Jika
ia minta tolong kepadamu, tolonglah
Jika
meminta pinjaman kepadamu, pinjamilah
Jika
meminta bantuan, bantulah
Jika
ia sakit, jenguklah
Jika
memperoleh kebaikan, berilah selamat
Jika
mengalami musibh, berta’ziyahlah
Jika
meninggal, maka antarkanlah jenazahnya” (HR Tabrani).
Larangan Dalam Kehidupan Bertetangga
Sebaliknya,
hal-hal yang menggangu dalam berhubungan antar tetangga, dilarang oleh
Rasulullah,, sebagaimana sabdanya;
Demi Allah
tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman.” Para Sahabat bertanya, ”Siapa ya Rasulullah?” Beliau SAW
menjawab, ’Orang yang jika tetangganya
tidak aman dari gangguannya.” (HR Bukhori)
Dalam kehidupan bertetangga, seringkali kita
lalai dengan kehidupan sekitar. Sehingga ketika kita mendapatkan kelebihan
nikmat, tetapi sebaliknya tetangga kita sedang mengalami kelaparan. Hal ini
sangat lazim terjadi, apalagi di Negeri kita. Dimana rumah gedong mewah,
bersandingan dengan pemukiman kumuh.
Dari Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas,
Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah
beriman seseorang, orang yang kenyang sementara tetangganya sedang kelaparan”
(HR Ath Thabrani)
Hadits di atas menekankan pentingnya
berempati dengan tetangga yang tidak mampu. Agar dapat berempati, maka
seseorang harus sering bersosialisasi untuk mengetahui keadaan sekitar.
Rasulullah mengutuk keras orang yang dimana
seorang tetangga sampai dibuat ‘tidak aman’ dengan kelakuan jahatnya.
Rasul bersabda ; ‘Wallahi laa yu’minu, Wallahi laa yu’minu, qiila: wa man ya rasulullah?
Qoola: alladzii laa ya’manu jaarohi bawaa’iqohu’
Artinya
Rasul :
Demi Allah tidak lah beriman,, Demi Allah Tidak lah beriman
Sahabt :
Siapa ya Rasulullah?
Rasul :
Orang yang tidak aman para tetangganya dari tindakan jahatnya. (HR Bukhori
& Muslim)
Jadi sikap usil terhadap tetangga, adalah satu
perbuatan terlarang dalam Islam. Pada penjelasan hadits yang lain (serupa),
disebutkan;
Al muslimu
man salima al muslimuuna min lisaanihi wa yadihi
Artinya : “Seorang
muslim adalah orang yang selamat muslim lainnya dari lisan dan perbuatannya”.
(HR Buchori dalam kitab shahihnya)
Meskipun, hadits di atas ditujukan hanya kepada
muslim, tetapi dilihat dari perbandingannya dengan hadits-hadits lainnya, juga
berlaku pada seluruh tetangga, tidak hanya muslim, melainkan juga tetangga non
muslim.
Bentuk penghormatan terhadap tetangga tidak hanya
pada urusan ‘perhatian pada isi perut’ melainkan juga mengenai masalah
‘psikologis’(perasaan). Seseorang itu tidak berhak menyakiti perasaan orang lain,
siapapun itu juga.
Yaa
rasulallah inna fullanah tusholli laila wa tashumu an nahaaro, wa fii
lisaanihaa syai’un tu’dzii jiiroonahaa, qoola : laa khoira fiihaa hiya fin
naari.
Artinya
Sahabat
bertanya : Ya Rasulullah sesungguhnya seorang perempuan sholat di malam hari,
dan berpuasa di siang hari, tetapi di lisannya menyakitkan tetangganya.
Rasul
Menjawab : Tidak ada kebaikan didalamnya (diri perempuan tsb), dan ia (akan
dicampakkan) di neraka. (HR. Al Hakim).
Hadits di atas menunjukkan harus ada kesesuaian
antara ibadah mahdhoh dengan ibadah muamalah. Jika ibadah mahdhoh tak diimbangi
dengan kebaikan dalam hal bermuamalah (berhubungan dengan orang lain), maka
akan ditolak amalan ibadah mahdhohnya. Hadits di atas menggambarkan bahwa
seorang yang rajin ibadah, tetapi dicampakkan di neraka, karena perbuatan yang
suka menyakiti orang lain.
Terdapat banyak larangan-larangan dalam
bertetangga lainnya yang terdapat pada sunnah Nabi, yang kesemuanya melarang
bertindak jahat dan menyakiti perasaan tetangga (orang lain), seperti perintah
memamerkan makanan tetapi ia sendiri tak memberikan jatah makan kepada tetangga
(HR. Tabrani)
Kesimpulan
Muamalah
Tanggal 2 Mei adalah Hari Bank yang diperingati oleh dunia internasional. Bank sangat penting untuk menggerakkan ekonomi,, dari lokal sanpai internasional.
Bank adalah tempat berkumpulnya sumberdaya finansial. Karena bank punya kemampuan menghimpun dana dari berbagai pihak. Uang tersebut tidak hanya disimpan melainkan untuk diputar.
Penghasilan bank pada umumnya karena perputaran uang ini.
Uang dipinjamkan ke pihak lain, Bank memperoleh keuntungan dari bunga yang dibayarkan oleh peminjam. Dan pihak peminjam dapat untung dari pinjaman yang didapatkan dari Bank.
Karena kemampuan finansial ini lah, usaha dapat berkembang pesat, karena mudahnya akses modal. Tetapi pada umumnya bank hanya memberi modal pada usaha yang berskala besar,, karena dengan skala besar,, lebih memudahkan keuntungan daripada memberi pinjaman pada usaha skala menengah maupun skala kecil (UMKM)
Pengusaha mikro biasanya hanya membutuhkan modal dalam skala kecil sesuai dengan omset yang mereka miliki. Pada umumnya kurang dari 1 juta rupiah.
Bank konvensional biasanya sulit menywntuh level ini.
Bank yang khusus diperuntukkan kepada wirAusaha kecil dan mikro pada awalnya digagas oleh Muhammad Yunus, dengan mendirikan Grameen Bank. Keberhasilan inilah yang menginspirasi lembaga2 keuangan membuat lembaga kredit lunak di tingkat bawah.
Mereka pada umumnya memberikan persyaratan lunak juga pada pengusaha mikro. Mereka tidak disyaratkan untuk memberikan jaminan yang tinggi, hanya diminta untuk memberikan surat identitas, berupa ktp. Dan proses peminjamannya pun jauh lebih mudah daripada bank konvensional.
Pelajaran yang kita ambil dari peringatan hari bank sedunia, adalah bahwa sistem perbankan ini ternyata bisa diadopsi untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti pemberdayaan kpd sektor usaha kecil dan mikro.
Hokum islam tidak hanya mengatur masalah ibadah
ritual atau yang dinamakan dengan ibadah mahdhoh¸melainkan
juga mengatur masalah hak dan kewajiban di tengah masyarakat, yang dinamakan
dengan muamalah. Dalam muamalah diatur berbagai hal, termasuk dalam masalah
‘aqad atau perjanjian, termasuk pada perjanjian kerja.
Hukum di Indoensia juga memberikan tempat bagi
perlindungan buruh. Perjanjian ini penting dilakukan karena, tidak selamanya
manusia dapat membuat perjanjian secara sejajar. Ada kalanya kelompok bawah
dalam stratifikasi social, tidak dapat berdiri berhadapan dengan pihak majikan.
Mereka menerima begitu saja perjanjian yang dibuat oleh pihak majikan. Potensi
kecurangan terhadap hak buruh semakin tinggi, hal ini dikarenakan semakin
minimnya lowongan pekerjaan. Seseorang, karena tuntutan menghidupi diri dan
keluarganya, terpaksa untuk menerima perjanjian sepihak.
Poerjanjian antara pihak majikan dan buruh
haruslah berprinsip pada hal-hal berikut ini
1. kerelaan dari
masing-masing pihak.
2. manfaat dari
akad harus diketahui secara menyeluruh oleh kedua belah pihak. (biasanya pihak
buruh diasingkan dari berapa besar pencapaian mereka dalam kurun waktu
tertentu)
3. Objek akad itu harus
halal, bukan hal yang haram. (misalnya, dalam perjanjian jual beli miras. Hal
ini sudah berada di luar ketentuan syariat)
4. Upah harus jelas, tertentu dan sesuatu
yang bernilai harta.
“Kerja” dalam perspektif islam adalah suatu
ibadah. Baik itu pekerjaan di bidang perdagangan (perniagaan), jasa, maupun di
bidang produksi. Dalam dunia industry, seseorang ditarik untuk bekerjasama
dengan pihak lain untuk memproduksi barang maupun untuk membantu proses
penjualan. Sehingga, masuk dalam kategori jasa. Sebenarnya pihak pemberi
pekerjaan dan pihak yang bekerja berdiri secara setara, karena mereka membutuhkan
satu dengan lainnya. Tetapi fakta b erbicara sebaliknya, bahwa seorang pemberi
upah lah yang selalu dianggap lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
seseorang memperlakukan pembantunya, dimana sosok pembantu dilihat dengan sudut
pandang rendah. seorang anak kecil, diajarkan untuk mencium orang yang lebih
tua, tetapi tidak diajarkan untuk mencium tangan pembantunya.
Dalam
memandu hubungan pengusaha dan buruh, Islam memiliki prinsip muswah
(kesetaraan) dan ‘adlah (keadilan). Dengan prinsip kesetaraan menempatkan
pengusaha dan pekerja pada kedudukan yang sama, yaitu saling membutuhkan. Di
satu pihak buruh membutuhkan upah dan di pihak lain pengusaha membutuhkan
tenaga, maka pada saat menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan
pada asas kesetaraan. Hubungan manusia dengan manusia adalah sejajar, tetapi tidak demikian
dengan hubungan manusia dengan Allah. Derajat kemuliaan manusia tidak bisa
dinilai dengan tinggi rendahnya mereka dalam struktur kerja atau dalam hubungan
social, tetapi dalam hubungan pribadi mereka kepada Allah. Sebagaimana firman
Allah;
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13).
Karena hubungan ini sejajar, maka perjanjian yang ideal antara pihak buruh
dan pihak majikan adalah berdiri secara egaliter. Seorang buruh mempunyai
fikiran sekaligus skill untuk mempertimbangkan pola perjanjian yang disodorkan
kepadanya. Jika tidak, maka pola hubungan produksi antara buruh dan majikan
tidak adil. Seorangt buruh harus digaji jauh dari nilai UMR, dan jam bekerja
lebih dari 8 jam kerja. Jika buruh sadar akan hak-haknya, ia akan cenderung
menolak perjanjian yang telah dulu ia tandatangani. Pembaharuan kontrak kerja
sangat penting dalam buruh, untuk mereposisi dirinya sendiri.
Dalam fiqh muamalah, terkait hubungan kerja ini terdapat konsep ijroh atau
penyewaan. Dalam konsep tersebut harus lah terdapat prinsip keseimbangan
(balance) antara dua belah pihak. Yaitu pihak majikan (mustajir) yaitu pihak
yang member upah, dengan pihak yang diberi upah (mujir). Pihak penyewa
mendapatkan keuntungan dari pihak yang disewa (mujir) yaitu dari
keringat-keringat mereka. Sedangkan pihak mujir mendapatkan keuntungan dari
upah yang mereka terima. Keduanya harus berhubungan secara mutualisme.
Hak buruh dalam Islam sangat diperhatikan, sebagaimana sabda Nabi; bayarlah
buruh sebelum habis keringatnya. Hal ini tidak diartikan secara harfiyah bahwa
buruh harus diupah secara harian, yaitu sebelum keringatnya habis. Tetapi harus
diartikan sebagai pemenuhan hak-hak buruh secara keseluruhan yang harus
secepatnya dibayarkan. Jika tidak, maka kelebihan kerja dari buruh, bisa
dianggap perampokan. Misalnya, seorang buruh bekerja selama 9 jam sehari. Dalam
rentang waktu itu ia berhasil memproduksi komoditas senilai 100 ribu, sedangkan gajinya hanya
40.000 rata-rata per hari. Majikan harus b erfikir kea rah sini, ia harus jujur
berapa besar kontribusinya terhadap usaha, dan ia mendapat bagiannya berapa
persen. Semua bagian ini harus disepakati secara sadar tanpa keterpaksaan
apapun.
Dalam sejarah ummat Islam, peran
wanita dalam dakwah Islam tidak dapat diabaikan. Rasulullah pertama kali
mendapat wahyu, beliau merasa ketakutan dan menggigil, kemudian datang
istrinya, Sayyidina Khadijah, menenangkannya. Sayyidina Khadijah adalah orang kuat
di belakang rasulullah dan mensupport risalah Allah. Ketika kematiannya, rasul
mengenangnya sebagai ‘amul khuzni’ atau tahun kesedihan. Beliau lah wanita yang
dijuluki dengan ummul mukminin, atau ibu dari kaum mukmin. Aisyah binti Abu
Bakar, istri Rasulullah, juga punya peran yang signifikan, dari beliau lah
lahir banyak riwayat-riwayat tentang kebiasaan rasulullah. adapula, Fatimah
Binti Rasulullah, dan sebagainya.
Sumayyah binti Khayyat adalah
salah satu sahabat rasulullah. Beliau adalah ibu dari Ammar ibn Yasir, seorang
yang kematiannya diramalkan oleh rasulullah, sebagai syahid, dan dibunuh oleh
kelompok bughot (pembangkang). Sumayyah, juga menemui ajalnya dalam
mempertahankan keyakinan.
Sumayyah binti Khayyath pada
mulanya adalah seorang hamba sahaya dari tuan yang bernama Abu Hudzaifah bin
Mughirah. Oleh tuannya, beliau dinikahkan dengan seorang lelaki yang bernama
Yasir bin Amir. Hasil pernikahannya dengan Yasir, diberi anak, yaitu Ammar Ibn
Yasir, dan Ubaidullah bin Yasir.
Sumayyah mendengar dakwah islam
pertamakalinya dari putranya, Ammar, yang mengabarkan kedatangan rasulullah
yang membawa risalah tauhid kepada orang tuanya. Kedua orangtua Ammar, Yasir
dan Ammar, langsung menerima dakwah rasulullah yang diterima dari anak mereka. Mendengar
keislaman dari Yasir dan Ammar, tuan mereka Abu HudzAifah menjadi murka, dan
memaksa mereka untuk meninggalkan islam, dan kembali menyembah dewa-dewa,
sebagaimana kebiasaan orang Arab waktu itu.
Keluarga Yasir berasal dari
golongan terbawah dari strata social, yaitu budak. Kondisi ini memungkinkan
mereka tidak mempunyai daya tawar yang tinggi. Mereka siap menerima akibat
pilihan yang mereka ambil. Halangan, cobaan, ditimpakan kepada merka, hingga
menyebabkan penderitaan yang mereka alami, dengan perih dan melampaui batas
kemanusiaan.
Sumayyah yang seorang wanita
tubuhnya diletakkan diatas pasir dan ditimpa dengan pasir yang sangat panas. Belum
puas, dada sumayyah ditimpa dengan batu besar hingga tak dapat bernafas. Mereka
tidak akan berhenti menyiksa Sumayyah, sampai Sumayyah kembali mempercayai
berhala-berhala sesembahan mereka. Tetapi Sumayyah tetap bergeming.
Sumayyah dan keluarganya menerima
siksaan oleh bangsawan kaum Quraisy, sebagaimana yang dialami oleh Bilal Ibn
Rabbah ketika beliau menerima dakwah rasulullah. cambukan, salib, kulitnya
dileleti dengan besi panas, sampai ditenggelamkan kedalam air, tetapi mereka
hanya menyeru sebuah kalimat ‘ahad .. ahad .. “. Suatu kalimat yang malah
membangkitkan kemarahan bangsawan Quraisy.
Penyiksaan tersebut berhenti,
ketika penyiksanya putus asa, hingga mengakhiri kehidupan Sumayyah, dengan Abu
Jahal sebagai eksekutornya. Sumayyah dibunuh dengan ditebas dengan tombak
hingga menembus dadanya. Menjelang wafatnya ia tetap istiqomah terhadap
keyakinannya. Sampai sekarang, cerita tentang sumayyah diceritakan sebagai symbol
kesabaran, keistiqomahan, kekuatan iman, dan ketangguhan iman, sebagai
mujahidah yang mendapatkan syahid pertamanya, ketika masa awal dakwah nabi. (Assabiqunal awwalun)
Aqidah
Seringkali ukuran keberhasilan ‘duniawi’ dijadikan
patokan. Seorang yang tak punya adab/sopan santun, bisa dipuji-puji, karena
keberhasilannya di bidang materi (bisnis). Seringkali orientasi kehidupan kita
terfokus pada masalah pencarian ‘point’,
apa sih yang kita kerjakan agar produktif di keesokan harinya.
Tak heran jika menjamur, trainer-trainer
motivasi yang arah-arahannya ditujukan pada semangat orang dalam membangun
karir dan bisnisnya. Bahkan ‘kenikmatan duniawi’ tidak selamanya hanya berupa
harta benda, melainkan banyak hal, dari hiburan, canda tawa, dan sebagainya
yang seringkali melalaikan bahwa kehidupan manusia itu hanya sebentar.
Bisnis atau kenikmatan duniawi lainnya, memang tidak bertentangan dengan agama, karena
agama memberi ruang kepada manusia untuk bekerja dan mencari nafkah, untuk
kelanggengan kehidupannya dan keturunannya, dan mereka juga membutuhkan
kesenangan sebagai kebutuhan psikis
mereka. Tetapi tak disangkal pula, jika
‘hubbud-dun-ya’ tanpa diimbangi
dengan sikap berpasrah kepada ilahi, maka
ia akan diperbudak oleh sesuatu yang dicintainya. Allah berfirman dalam Surat
al Hadid : 20
"Ketahuilah,
sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, dan
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, dan berbangga-bangga tentang harta
dan anak-anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan petani, kemudian
ia menjadi kering, maka kamu melihatnya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat ada azab yang keras dan keampunan daripada Allah dan keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
Al Qur’an
memang memerintahkan manusia agar tidak melupakan masalah duniawinya ( wa laa tansa inna nashibaka mina ad dun-ya/
jangan lah lupa jika sebagian dari kamu adalah hal keduniawian), ayat
tersebut hanya merujuk pada kondisi manusia dari segumpal daging yang
membutuhkan makan dan minum, belaka. Sama sekali tidak memerintahkan untuk
berlebihan dalam mencari harta benda. Tetapi tak dapat disangkal pula, bahwa
secara realitasnya juga, kehidupan ini juga dipenuhi dengan adegan-adegan
permainan.
Seorang yang
berlimpahan dalam harta, itu tidak selamanya karena seseorang tersebut
membutuhkan harta yang dicarinya. Jika jumlah harta melebihi kebutuhan konsumsinya,, maka semata-mata hanya tuntutan kesenangan belaka.
Mencari dan mengumpulkan harta, lalu menghitung-hitung seberapa banyak saham
yang telah ia tanamkan, seakan menjadi hobi yang berlangsung sepanjang hayat seseorang.
Yaitu orang yang mengumpulkan harta lalu
menghitung-hitungnya, mereka menyangka bahwa hartanya akan kekal (al Humazah:
2-3)
Tak ada satu
pun makhluk di dunia ini membutuhkan kekayaan 1 Triliun, kecuali hanya sebagai
‘permainan koleksi harta’ belaka. Sehingga
tak jarang, meski seseorang punya asset berlimpah, tetapi tak lepas dari usaha
kompetitif dengan pengusaha mapan lainnya untuk memenangkan pasaran. Selain
permainan (la’ibun) ekonomi, juga
terdapat permainan politik, dari level desa sampai level pusat.
Selain
model-model permainan di atas, ada pula permainan-permainan yang sengaja
diciptakan oleh manusia untuk berhibur. Dari seni music, tarian, swit, kartu,
olahrga, dan sebagainya. Banyak pula yang diisi oleh hiburan senda gurau. Dari
senda gurau dalam kehidupan keseharian, sampai senda gurau dari
televisi-televisi.
Permainan
dan senda gurau (la’ibun wa lahwun) ini sebenarnya tidak terlarang dalam agama
Islam, tetapi seringkali melalaikan manusia, bahwa mereka diciptakan di bumi
ini hanya sebentar saja. Orang yang menghasilkan guyonan, mampu menghibur orang
banyak dengan candaan, di sisi lainnya sukses secara ekonomi, akan sangat
dihormati oleh orang banyak.
Ini lah
salah satu kenikmatan duniawi. Dan
justru keadaan ini seringkali melupakan bahwa suatu saat ia akan dicabut
nyawanya, dan kembali kepada Allah dengan bertanggungjawab terhadap apa yang
telah dilakukannya selama di dunia, tanpa membawa bekal amal ibadah.
Orang yang
harinya hanya selalu berurusan dengan masalah keduniawian, berarti manusia itu
tidak menghargai waktu yang diberikan oleh kepadanya. “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih, dan saling memberi wasiat
dalam kebenaran dan kesabaran” (Surat Al ‘Ashr).
Ada pula
kehidupan duniawi lainnya yaitu, perhiasan dan kemilauan. Untuk saat ini sedang
musimnya ‘batu akik’. Sama seperti emas dan perak, juga salah satu jenis
perhiasan. Dimana jika seseorang memakainya terlihat lebih ‘pede’. Tak jarang, perhiasan dibeli
dengan harga sangat mahal. Dari ukiran kalung dan gelang emas kadar 24 karat,
mobil lamborgini, jam tangan merk rolex, dan seterusnya. Semakin banyak harta
yang ia dapatkan, tidak lah semakin banyak yang ia sedekahkan, tapi ia ‘laundry’ untuk membeli perhiasan dan
kesenangan-kesenangan lainnya.
Menjadi
rahasia umum, jika barang seni yang dipajang, “nilai seni”nya tidak lah
terletak pada keindahan estetika internal, melainkan ‘nilai seni’nya yang
tinggi, terletak pada harga yang tercantum pada lebel barang seni bersangkutan.
Semakin tinggi harga yang dipatok, maka akan menghasilkan gairah tinggi orang
melihat dan menikmati keindahannya. Tak
heran jika banyak artis, pengacara, dan beberapa orang ternama mereka
mengkoleksi mobil-mobil mewah seharga puluhan milyar rupiah. Anak, istri,
saudara-saudaranya, teman-teman separtai, seorganisasi, semuanya kecipratan.
Rasulullah
Saw bersabda ; “Demi Allah, bukan
kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku
kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan
untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka
berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits
riwayat Bukhori dan Muslim).
Berlebihan
dalam hubb ad dun-ya ini memang menyingkatkan waktu. Waktu 60
tahun, terasa sebentar karena diisi dengan kesenangan-kesenangan. Kesenangan
itu lah yang seringkali menutup ‘memori menakutkan’ tentang kepastian datangnya
kematian. Dalam Surat Al Mu’minum Allah berfirman;
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya
kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau
setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman,
‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui.' Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Akhirul kata, ada Sebuah Nasehat dari Malik
bin Dinar yang pantas direnungkan, dimana beliau menggambarkan tentang orang
yang berpenyakit cinta dunia dengan ungkapan sebagaimana berikut;
“Sesungguhnya
apabila badan sakit maka makan dan minum sulit untuk tertelah, istirahat dan
tidur juga tidak nyaman. Demikian pula hati apabila telah terbelenggu dengan
cinta dunia maka nasihat susah untuk memasukinya”
akhlaq
Langganan:
Postingan (Atom)
Recent Comments