banyak hal
yang menuntun seseorang untuk menjauhi agamanya. Banyak diantara perbuatan
tersebut yang tidak kentara, halus, dan persuasive. Setan selalu bermain dalam
relung sanubari manusia. Mereka tidak secara frontal memposisikan diri sebagai ‘agen
kejahatan’, melainkan memposisikan diri sebagai ‘hati nurani’. Bahasa yang
sering dipakai adalah ‘atas nama cinta’.
Allah telah
menurunkan al Qur’an, disertai dengan As Sunnah sebagai penjelas, sebagai
petunjuk bagi kaum muslimin. Keberadaan petunjuk ini, seyogyanya dijadikan
bahan rujukan (pedoman), untuk mengarungi kehidupan termasuk dalam pergaulan
hidup, bukan berdasarkan ‘hawa nafsu’ kita.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan
musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka
telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu...” (QS. Al Mumtahanah,
60: 1)
Kesalahpahaman dalam mengartikan cinta,
membuat banyak orang ‘tersihir’. Seorang pria yang putus cinta, akan mengakhiri
hidup mereka (dengan bunuh diri), bahkan sebagiannya lagi kehilangan kendali,
hingga menyebabkan gangguan psikis. Mereka
yang jelas-jelas melanggar hukum agama, membanggakan diri bahwa ‘mereka telah
menemukan cinta sejati mereka’.
Perasaan cinta ini seakan dilegitimasi dengan
anggapan bahwa cinta adalah mulia, suci, dan sebuah ungkapan jiwa murni. Hal ini
ditunjang dengan banyaknya karya sastra yang menulis tentang perjalanan cinta
yang maha dahsyat, seperti kisah ‘Romeo & Juliet’.
Dalam
mengkaji agama Islam, maka cinta sejati harusnya ditujukan kepada Allah. Mahabbah kepada Allah adalah puncak (maqom) tertinggi. Cinta kepada sesame (termasuk
kepada lawan jenis) adalah bagian dari anugerah Allah yang diberikan kepada
manusia. Tetapi yang penting, kepada siapa cinta itu mestinya ditujukan. Di sini
lah pentingnya diketahui, mana perbedaan antara ‘cinta dan ‘sentimen’.
Bahasa perasaan
tidak boleh dijadikan standart untuk menuntun perilaku seseorang. Perasaan sendiri
dapat dikendalikan, seperti dalam sejarah ummat manusia, dimana kaum komunis
mereka terus menerus di-‘sentil’ dengan lagu-lagu perjuangan, untuk
membangkitkan sisi-sisi emosional mereka.
Di kelompok lain, kumpulan supporter bola disulut emosinya, dengan kebersamaan dalam kumpulan massa disertai dengan yel-yel dukungan kepada tim kecintaan mereka. Emosi harus dituntun dengan akal sehat, dan akal hendaklah berpedoman pada tuntunan agama.
Di sisi lainnya, tidak semua manusia berdaya menghadapi berbagai stimulasi perasaan-perasaan tersebut, hingga menyebabkan perasaan tertekan, dan melanggar batasan yang telah ditentukan oleh agama.
Larangan Islam Merayakan Hari Valentine
Firman Allah: "Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya". (QS. Al Isra': 36).
Di kelompok lain, kumpulan supporter bola disulut emosinya, dengan kebersamaan dalam kumpulan massa disertai dengan yel-yel dukungan kepada tim kecintaan mereka. Emosi harus dituntun dengan akal sehat, dan akal hendaklah berpedoman pada tuntunan agama.
Di sisi lainnya, tidak semua manusia berdaya menghadapi berbagai stimulasi perasaan-perasaan tersebut, hingga menyebabkan perasaan tertekan, dan melanggar batasan yang telah ditentukan oleh agama.
Larangan Islam Merayakan Hari Valentine
Firman Allah: "Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya". (QS. Al Isra': 36).
Milyaran manusia
yang hidup di muka bumi ini selalu berhadapan dengan emosi, karena memang
demikian lah keadaan biologis manusia yang memungkinkannya. Kemarahan,
kebencian, Empati, cemburu, cinta, kesedihan, bersatu padu, untuk menentukan
reaksi tindakan manusia (behavioral).
Di sini lah
Allah memberikan tuntunan manusia, untuk tidak menjadikan hawa nafsunya,
sebagai petunjuk di luar petunjuk yang telah diberikan oleh Allah;
“Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya sesat ber-dasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (mem-biarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah, 45: 23)
Dalam perasaan ‘romantik’ ini, dua sejoli
menunjukkan perasaan satu sama lain. Jika tiap mukmin tiap siang dan malam
untuk berdzikir mengingat Allah, tetapi hinggapan perasaan cinta ini, kepalanya
diisi dengan bayang-bayang kekasih hatinya. Tak luput mulutnya, memuji-muji
sang kekasih, hingga meluapkan segala potensi yang dimiliki bagi si pujaan hati
mencapai klimaksnya, menjadikan kekasihnya sebagai ‘ilah’.
Islam mengajarkan tentang bagaimana pergaulan
antara wanita dan pria yang semestinya. Kepada siapa saja cinta ditujukan, dan bagaimana
cara penyalurannya. Di sini lah perbedaan pandangan hidup antara barat yang
menekankan kebebasan ekspressi dengan pandangan hidup islam yang menekankan
ketundukan kepada Allah.
Hari
Valentine, secara oral, sudah ditetapkan sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Pada tanggal-tanggal
menjelang hari H (tanggal 14 Februari), mall-mall dan pusat pertokoan di
kota-kota besar, akan dijumpai pernak-pernik dengan warna dominan pink. Beberapa
pasangan muda-mudi berboncengan pada malam harinya. Banyak yang menjadikan hari ini sebagai hari
yang mereka peruntukkan bagi kekasihnya.
Hari
Valentine disuguhkan dengan mitos ‘perjuangan cinta’ di masa lampau, yaitu tentang
Santo Valentinus. Dikisahkan pada zaman Kekaisaran Romawi, raja mempunyai ide
untuk tidak menikahkan prajurit, karena pernikahan akan mempengaruhi kualitas
tempur prajurit mereka. Tetapi muncul pendeta Valentinus, yang menikahkan
beberapa pasangan, sehingga melanggar aturan raja (Claudius II), lalu ia
dihukum penggal kepala. Kisah ini paling banyak diungkit, meski tidak banyak
diketahui secara detail siapakah Valentinus, dan seberapa benarkah cerita
demikian.
Versi demikian
adalah salah satu versi. Banyak yang meyakini, versi ini sengaja ‘dikasih warna
Kristen. Versi lainnya menyatakan bahwa Hari Valentine sudah diperingati
jauh-jauh hari sebelumnya di Romawi. Penduduk Romawi memperingati tanggal 15
Februari sebagai Hari Lupercalia, dewa kesuburan. 2 hari sebelum mencapai
puncaknya (15 Februari) terlebih dahulu mereka mempersembahkan ritual bagi Dewi
Juno Februata, Dewi Cinta. 2 hari ini
(tanggal 13 dan 14 Februari), mereka harus berkumpul untuk mengundi siapa gadis
dalam kotak, dan mengambil undian secara acak. Setelah mengambil undian, mereka
mengambil gadis yang disebutkan namanya berdasarkan undian, lalu bersenang-senang
dengan pemuda yang telah mengundinya.
Banyak kepentingan, kenapa hari tersebut sengaja ‘dipatenkan’
pada zaman modern ini. Satu sisi, banyak orang yang menyukai kemeriahan. Di sisi
lainnya, banyak pengusaha yang mengambil keuntungan bisnis dari pengusaha
produsen (pencipta pernak-pernik), jasa (penyelenggaraan event-event valentine’s
day), distributor (toko-toko/mall penyedia pernak-pernik), sampai media massa
(sebagai bahan berita menarik). Sedangkan seorang tokoh agama Kristen (Santo
Valentinus), entah sebagai nama fiktif atau bukan, dihormati sebagai ‘pejuang
cinta’.
Banyak orang yang berusaha mencari letak kehalalan Hari
Valentine ini dengan mengqiyaskan (membandingkan) teknologi, yang keduanya
sama-sama berasal dari Barat. Keduanya jelas berbeda. Teknologi adalah alat
(cara) untuk memudahkan sesuatu, sedangkan Valentine adalah kultur yang memuat
pandangan hidup yang bertentangan dengan Islam.
Penolakan Islam terhadap Valentine adalah
sistem nilai yang termuat di dalamnya, selain juga latar belakang sejarah Hari
Valentine itu sendiri. Dalam Islam, tidak diperbolehkan untuk membangun sistem pergaulan
bebas antara pria dan wanita. Islam mengatur bagaimana pria berinteraksi dengan
perempuan, terutama dengan non muhrim. Sehingga Khalwat (berduaan) dengan
perempuan, sebagaimana sering ditemukan oleh muda-mudi yang merayakan Hari
Valentine ini, dilarang oleh agama.
Firman Allah: : "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah
perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan". (QS. Al Isra': 32).
Banyak ungkapan ‘cinta’ ditujukan secara
tulus kepada pasangannya, tetapi banyak cerita seorang perempuan yang hamil
ditinggal pergi oleh sang pacar, yang sebelumnya ia yakini benar-benar
menunjukkan cinta sejati kepada dirinya.
Tidak ada komentar