Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» »Unlabelled » Hukum Islam tentang Imunisasi Terhadap Anak
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Pendahuluan

Imunisasi berasal dari kata ‘imun’ atau kebal, sehingga imunisasi adalah tindakan yang dilakukan agar seseorang menjadi kebal, dalam hal ini adalah kebal terhadap penyakit. Imunisasi terhadap anak sangat penting dilakukan, agar anak di bawah usia lima tahun menjadi sehat dan terhindar dari penyakit tertentu yang berbabaya. Biasanya imunisasi dilakukan di puskesmas-puskesmas di tiap kecamatan. 

Petugas penyuluh kesehatan, baik dokter atau mantri, imunisasi dilakukan yang disuntikkan atau diteteskan pada mulut si anak, dengan pemberian vaksin tertentu. Misalnya vaksin polio atau vaksin caccar, tujuannya untuk menghasilkan zat antibodi ke tubuh ana-anak. Zat antibodi ini membantu penyebaran penyakit yang serius yang terjadi pada anak-anak balita. Oleh karena itu, pemerintah menganjurkan para ibu untuk membawa anaknya untuk memeriksakan kesehatan anaknya ke puskesmas untuk imunisasi. 

Dengan adanya kegiatan imunisasi yang dilakukan oleh pemerntahan indonesia terbukti sangat ampuh dan dampak positifnya sangat terasa pada masa sekarang. Yaitu berkurang drastisnya penyakit yang ditemukan pada anak, dibandingkan 30an tahun silam. 

Hukum Pemberian Imunisasi

Tabiat manusia adalah ingin agar anak-anaknya tidak lemah, baik secara fisik maupun ekonomi. Mereka meninggalkan kumpulan generasi yang kuat,  sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Surat An Nisa’ 

Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”. (an-Nisa’: 9)

Dalam fiqh islam terdapat konsep mashlahah wa mursalah, berdasarkan kaedah ushul fiqh, tarkul mafasid muqodamun ‘ala al jalbi al mashalih. Menghindari dari suatu keburukan lebih diutamakan daripada mengambil kebaikan. Artinya, penghindaran terhadap kerusakan (baik kerusakan fisik maupun keruskan mental) lebih utama dibandingkan dengan mengambil suatu kebaikan. Dalam hal ini adalah pemberian vaksin untuk imunisasi untuk mencegah penyakit yang akan berdampak pada anak, seharusnya lebih dulu diperhatikan daripada memikirkan biaya masuk playgroup.

Kaedah ushul fiqh ini dipegang oleh para ulama ahlus sunnah wal jama’ah untuk menetapkan hukum agama. Karena islam datang bukan sebagai mafsadah melainkan sebagai rohmah (kasih sayang) Allah kepada manusia. dalam fiqh juga terdapat maqasidus Syar’i  dimana di dalamnya termasuk hifzhun nasab (pemeliharaan terhadap keturunan) dan hifzhun Nafs (pemeliharaan terhadap jiwa).

Hukum asal dari segala sesuatu yang bersifat keduniaan pada dasarnya adalah halal, kecuali bagi yang dilarang. Artinya selama tidak maksiat maka segala sesuatu boleh dilakukan dalam agama. Sehingga apapun aktivitasnya boleh dilakukan, selain perbuatan yang haram dilakukan seperti minum khamr, zina, judi atau makan makanan yang haram dimakan (seperti daging babi, daging anjing dan seterusnya).  Sedangkan imunisasi dalam fiqh islam, termasuk dalam Mashlahah al Tahsiniyah, yaitu suatu kemaslahatan atau perbuatan yang dilaukan punya sisi manfaat yang baik.

Perbuatan untuk menghindar dari penyakit juga dilakukan oleh Nabi, seperti anjurannya untuk memakan tujuh butir kurma untuk menghindar dari racun ataupun sihir. Orang yang terkena penyakit cacar diperbolehkan memakai kain sutra, yang dalam kondisi normal lelaki dilarang memakainya.

Bagaimana dengan Vaksin yang mengandung Babi? 

Islam merupakan agama ‘yang banyak aturan’, karena dengan menjalankan aturan-aturan  itu sebagai ekspressi cinta kepada ilahi. Tetapi, islam adalah agama sejak jaman dahulu kala, dan sekarang kita hidup di zaman modern yang berbeda kondisi nya ketika zaman Nabi, bagaimana bisa dilakukan? Yaitu dengan memakai ijtihad, yaitu pemakaian akal sehat berdasarkan kaedah umum yang terdapat dalam al Qur’an dan As Sunnah untuk menetapkan permasalahan baru yang dijumpai di dunia ini. 

Permasalahan di dunia sangat kompleks, industri kedokteran berkembang secara pesat. Ada penyakit yang semua bahan nya berasal dari sumber yang dihalalkan oleh Allah, tetapi ada pula penyakit yang obatnya dilarang untuk memakainya, termasuk dalam masalah pengobatan. Permasalahannya, terddapat anak-anak yang menderita immunocompromise. Jika tidak diimunisasi mereka akan menderita penyakit polio bahkan menjadi sumber penyebaran virus. Tetapi vaksin yang diperlukan untuk membasmi virus tersebut berasal dari bahan porcine (babi). Bagaimana ulama mampu menjawab permasalahan tersebut.

Dalam salah satu kaedah ushul fiqh, terdapat pernyataan adh dhorurotu tubiihu mahzhuuraat, atau keadaan darurat membolehkan suatu hal yang terlarang. Misalnya, jika orang dalam kondisi kelaparan tak ada satu pun yang bisa dimakan, yang ada hanya daging babi, dan jika tidak ia makan, maka ia akan mati kelaparan. Maka dalam kasus ini, maka ia diperbolehkan untuk memakan daging tersebut. Tetapi kondisi dihalalkannya ini jika benar-benar tidak ada makanan lain yang boleh (halal) untuk dimakan. 

Dari pertimbangan di atas, maka dalam buku Perhimpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, MUI menetapkan bahwa 

1.      Pada dasarnya penggunaan obat-obatan termasuk vaksin yang berasal atau mengandung benda najis atau terkena barang najis adalah haram. Pemberian vaksin IPV kepada ana-anak yang menderita immunnocompromise, pada saat ini diperbolehkan sepanjang belum ada IPV jenis lainnya yang suci dan halal.


About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply