Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing




Bulan Dzulqo’dah jatuh setelah bulan Syawal, dan sebelum bulan Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah adalah Bulan Haji, dan bulan Dzulqo’dah, dalam tradisi ummat muslim, merupakan bulan persiapan haji. Karena pada masa lampau, orang banyak bepergian ke tanah suci di bulan ini, untuk menunaikan ibadah haji. Pemberangkatan haji di Indonesia, sampai sekarang kebanyakan juga dilakukan pada bulan ini.
Ada hal yang menarik di bulan ini, terutama terkait dengan penamaannya, yaitu Dzulqo’dah. Kata ini mengandung dua anak kata, yaitu dzul dan qo’dah. Dzul artinya sebagai “sesuatu yang memiliki’, sama makna nya dengan istilah ‘Dzat’ yang merujuk pada Yang Memiliki (yaitu Allah). Sedangkan kata kedua, yaitu qo’dah. Berasal dari wazan ‘aqoda’-ya’qudu, yang berarti duduk. Jika kedua kata tersebut digabungkan , maka dipahami sebagai masa untuk duduk. Karena pada masa ini, seseorang tidak diperkenankan untuk melakukan peperangan. Baik masa sebelum rasul, atau pada masa kerasulan.
Pada masa jahiliyyah, bulan ini diperuntukkan untuk berdagang dan menggelar pameran syair-syair. Waktu arab pra-islam, syair merupakan seni tertinggi, dan diminati oleh banyak orang. Masa ini adalah masa damai, yaitu kesepakatan para penguasa suku Arab untuk genjatan senjata. Mereka berdagang dan melakukan perjalanan dengan sangat aman. Islam, sebagai agama damai, mempertahankan tradisi ini. Bulan tersebut, adalah bulan Dzulqo’dah, dzulhijjah, muharram dan rajab, , sebagai bulan haram, atau bulan perdamaian.
Dalam keyakinan ummat Islam bulan-bulan ini tidak hanya sebagai bulan tidak berperang, melainkan bulan dimana Allah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana disebutkan dalam At Taubah 36



Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya, dan perangilah orang-orang musyrik yang memerangi mu secara kaffah, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” (At Taubah: 36).

Di akhir ayat tersebut terdapat kalimat ‘wa laa tuzhlimuu fiihinna anfusakum’ (dan jangan lah kamu berlaku zhalim di dalamnya).  Terdapat dua penafsiran, apakah hal ini merujuk pada itsna ‘asyara syahran(12 bulan) atau pada arba’atun hurum (empat bulan haram). Penafsiran lainnya, menyatakan bahwa ketidakbolehan tersebut mencakup 12 bulan, terlebih pada masa-masa empat bulan haram. Artinya di bulan-bulan ini dikhususkan agar kita terhindar dari perbuatan yang pada akhirnya menzholimi diri kita sendiri, yaitu perbuatan maksiat.


Di bulan ini, kita juga dianjurkan untuk berumrah, karena rasulullah sendiri biasanya berumrah di bulan ini, selain umrah yang dilakukannya bersama hajinya (yaitu di bulan dzulhijjah). Sebagaimana dapat dilihat dari hadits berikiut ini; “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzul Qo’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umrah tahun depan di bulan Dzul Qo’dah, … (HR. Bukhari 1780 & Muslim 1253)



Tradisi berasal dari bahasa latin, yaitu ‘traditio’ yang artinya diteruskan. Artinya, sebuah kebiasaan yang diteruskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Sedangkan lebaran, berasal dari kata ‘lebar’ yang artinya melebarkan pintu hati untuk menerima maaf dari orang lain. Istilah ‘lebaran’ adalah khas indonesia, meskipun hari raya idul fitri diperingati oleh seluruh ummat muslim di seluruh dunia, tetapi tiap bangsa memiliki ciri khas tersendiri dalam merayakannya. Meski tiap muslim memiliki sholat Id yang sama, takbir dan tahmid yang sama, bahkan ramadhan yang sama, tetapi dalam merayakan lebaran tiap kultur berbeda satu sama lainnya. Rasulullah sendiri tak membatasi bagaimana seorang muslim hendak merayakan Idul Fitri. Yang menjadi batasan nya adalah selama perayaan idul fitri tidak melanggar aturan syariat yang telah ditentukan.

Beberapa tradisi lebaran kita diantaranya adalah ‘mudik’. Sebagaimana diketahui, indonesia ini adalah negara agraris yang memiliki penduduk sejumlah 250 juta jiwa. Sebagian dari mereka, harus berpindah tempat dari asalnya untuk mencari pekerjaan, untuk menuntut ilmu, atau mengikuti pasangan hidupnya. Banyak dari mereka yang tidak pulang ke kampung halaman nya. Di indonesia, terjadi proses urbanisasi besar-besaran seiring dengan pertumbuhan industri di perkotaan yang banyak menyerap tenaga kerja dari daerah lainnya. Lebaran, adalah saat yang tepat mereka untuk pulang ke kampung halaman mereka masing-masing.

Tercatat jutaan orang mudik, dari jakarta menuju daerah-daerah lainnya, menjelang hari raya Idul Fitri, ini lah yang menyebabkan kemacetan dan kepadatan jakarta berkurang drastis di saat-saat seperti ini. Kondisi seperti ini tidak dialami oleh muslim yang tinggal di daerah lainnya, dengan keadaan yang berbeda di sini. Di Amerika Serikat contohnya, dimana Idul Fitri, di sebagian negara federal AS tidak diliburkan, yang menyebabkan hari Idul Fitri tampak sama seperti hari-hari biasanya. Hal ini berbeda di Indonesia, pemerintah secara resmi meliburkan selama dua hari tambah 5 hari cuti bersama. Sehingga seorang pegawai dapat libur setidaknya selama 7 hari.

Hal lain nya yang menjadi ciri khas perayaan Idul Fitri di Indonesia adalah tradisi bersalam-salaman dan bermaaf-maafan di hari raya Lebaran. Sesudah sholat Idul Fitri, baik di Masjid atau di lapangan, mereka mulai bermaaf-maafan antar sesama jamaah sholat. Kemudian dilanjutkan dengan berkunjung ke rumah orangtua untuk sungkem. Sungkem adalah tanda bakti seorang anak kepada orangtua, dan meminta kebaikan orangtua untuk memaafkan kesalahan yang dilakukan olehnya.

Acara sungkeman ini dilakukan dalam satu keluarga. Dan sesudah sungkeman, mereka saling memaafkan dengan saudara-saudaranya. Kemudian berkunjung ke kerabat-kerabatnya, baik kerabat dari pihak ibu atau kerabat dari pihak ayah. Seorang yang sudah berkeluarga, mereka membutuhkan waktu berhari-hari untuk melakukan silaturahmi, baik dengan keluarga dan kerabatnya sendiri, atau keluarga dan kerabat pasangannya. Kampung juga sering melakukan acara halal bihalal tersendiri. Dan beberapa hari sesudah hari raya, biasanya beberapa pihak melakukan inisiasi untuk mengadakan acara bani. Yaitu seluruh keluarga besar dari satu keturunan sampai beberapa tingkat (biasanya mbah buyut). Tujuan dari acara ini adalah menyatukan tulang-tulang yang berserakan.

Kultur Indonesia merupakan kultur yang dibentuk dari komunitas ras Melayu yang hidup di wilayah tropis. Mereka pada umumnya cenderung menjaga garis genealogi, sampai keturunan ke empat. Tidak heran banyak acara dari lebaran kita diisi dengan berkunjung ke rumah kerabat. Selain menjaga keharmonisan dengan kerabat, mereka juga menjalin hubungan dengan tetangga dekat.

Pada acara lebaran di Indonesia, khas dengan makanan ketupat dan opor. Ketupat berasal dari makanan nasi yang dibungkus dengan daun lontar. Nasi merupakan makanan khas indonesia, dan daun lontar adalah salah satu daun yang banyak tumbuh di wilayah tropis. Selain lebaran, dikenal pula dengan istilah ‘bakdo kupat’ atau hari raya ketupat. Sebagai bentuk syukuran atas selesainya berbagai bentuk perayaan lebaran. bakdo kupat di wilayah berkultur jawa (seperti Jawa Tengah, Yogya dan Jatim) diperingati pada hari H+7.


Masih banyak tradisi lain yang diperingati di Indonesia dalam merayakan 1 Syawal. Meski secara umum sama seperti di atas, tiap tradisi melakukan hal-hal khas yang tidak dilakukan pada tradisi lainnya, seperti Ngejot di Bali, Bedulang di Bangka, atau Perang Topat di Lombok. 




Tanggal 4 Juli bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat. Negara ini dikenal bukan sebagai negara bermayoritas Islam, melainkan sebagai negara bermayoritas Kristen Protestan. Mereka pada umumnya, adalah orang kulit putih eropa yang berhijrah ke Amerika Serikat sejak sekitar abad ke 17, sejak diketahui adanya benua tersebut oleh orang Eropa. Hampir sama dengan sejarah di Australia, mereka menempati wilayah yang sangat luas, dengan memebntuk koloni-koloni terlebih dahulu, kemudian menyingkirkan penduduk asli, yaitu Suku Indian di Amerika Utara, dan Suku Aborigin di Benua Australia.

Awal mula keberadaan orang muslim di Amerika Serikat, meski sedikit, tetapi dalam sejarah tercatat nama Estevanico, seorang yang berasal dariAfrika Utara, yang datang ke Amerika Serikat abad ke 16 sebelum gelombang besar kedatangan bangsa Eropa di abad sesudahnya. Pada abad tersebut, perbudakan adalah hal yang biasa, dan bangsa eropa memainkan peran sentral dalam perdagangan (jual beli budak). Mereka (bangsa Eropa) datang ke Amerika Serikat juga membawa budak-budak mereka yang jumlahnya mencapai ratusan ribu. Sebagian dari mereka berasal dari wilayah dimana pengaruh islam sangat terasa. Besarnya jumlah budak yang pada umumnya kulit hitam tersebut, dapat dilihat sampai sekarang, bahwa sekitar 25% warga Amerika Serikat adalah orang berkulit hitam, dan banyak dari mereka menganut agama Islam.

Perkembangan ummat islam di Amerika Serikat selanjutnya pada abad ke 20, dipengaruhi dengan kedatangan migrasi selanjutnya, yaitu dari negeri-negeri islam ke negeri paman sam tersebut. Pada awal abad ke 20, terjadi gelombang besar-besaran dari wilayah Suriah Raya (yang sekarang ini meliputi beberapa negara, seperti Suriah, Palestina, dan Yordania). Pengaruh peperangan berdampak pada munculnya migrasi, dari wilayah konflik ke wilayah yang lebih aman. Pada masa sesudah Perang Dunia ke II, terjadi gelombang perpindahan penduduk lagi, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi jumlah peningkatan persentase muslim di Amerika Serikat.

Berdasarkan perkiraan banyak sumber, seperti Pew Research Center (PWC), merilis bahwa jumlah penduduk muslim di Amerika Serikat kini mencapai 3,3 juta atau 1% dari total penduduk Amerika serikat yang berjumlah 322 juta jiwa. Kisaran angka ini sama dengan jumlah penduduk Yahudi. Ke depan, diperkirakan jumlah penduduk beragama Islam di Amerika Serikat mengalami pertumbuhan, tidak hanya karena faktor migrasi, melainkan dipengaruhi jumlah perpindahan agama menjadi muslim.

Jumlah muslim di Amerika Serikat tersebar di beberapa wilayah, dengan konsentrasi penduduk muslim dengan persentase tinggi di beberapa wilayah, dan persentase rendah di beberapa wilayah lainnya. jumlah persentase Muslim relatif tinggi, terdapat di Kota New York, California, Ohio, Illinois, yaitu sekitar 4-8% . sedangkan, penduduk muslim berpresentase rendah seperti daerah Oklahoma, New Mexico, Arkansas, dst. Sebaran penduduk muslim dapat dilihat sebagaimana tabel berikut ini';





Menurut riset yang sama, PWC, diantara jumlah muslim tersebut, 1/5 diantaranya adalah muslim yang terlahir dari keluarga non muslim, atau mualaf. Menurut perkiraan PWC, 30 tahun mendatang, jumlah persentase muslim di Amerika bertambah dua kali lipat, mencapai 2,1 persen, dan akan menjadi agama terbesar kedua, setelah Kristen Protestan. 



Bulan syawal dikenal orang pada umumnya dengan perayaan Idul Fitri-nya, atau dengan puasa syawalnya. Sebagian muslim malah mengharapkan akan datangnya 1 syawal, karena mereka sudah merasa tidak kuat lagi harus menanggung beban puasa sebulan penuh. Bahkan, makna “kemenangan” di bulan syawal, seolah berganti. Atau peyoratif, yaitu mengalami pergeseran makna, dari makna positif menjadi makna negatif. Aslinya harus dimaknai dengan kemenangan seseorang melawan segala hawa nafsu, dan meningkatkan kadar keimanan selama sebulan penuh, dan disyukuri dengan banyak mengagungkan Allah dengan bertakbir, memuji Allah dengan bacaan hamdalah atau mensucikan Allah dengan bacaan tasbih. Berganti makna nya, dengan acara pemborosan di mall-mall, dengan membeli segala pernak-perniknya. Seolah Idul Fitri menghalalkan hedonisme.

Banyak orang yang belum tahu makna apa yang terkandung dalam kata “syawal”, karena ini tidak ditemukan dalam kosa kata bahasa Arab. Menurut sebagian ulama, kata syawal ini berasal dari kata syalat yang artinya ‘mengangkat’,  yaitu tingkah laku onta betina ketika menolak pejantan untuk kawin. Sehingga orang arab jahiliyyah, pada zaman dulu, tidak diperkenankan untuk menikah di bulan ini. Ketika rasulullah datang, maka rasul mengganti kebiasaan tersebut, dengan menganjurkan untuk menikah di bulan syawal.

Pada umumnya masyarakat muslim Indonesia mempercayai bahwa bulan sesudah Romadhon adalah ‘musim nikah’. Karena ini adalah sunnah Nabi, kedua karena praktis. Sebagaimana diketahui, selama romadhon, sulit bagi seorang individu untuk menikahkan putra dan putrinya di bulan romadhon, dan melakukan walimahan di bulan tersebut. Karena dalam acara pernikahan, dalam agama juga dianjurkan untuk menjamu banyak orang. Dan hal ini sudah tentu tidak bisa dilaksanakan bagi seorang muslim. Maka, mereka ‘menunda’nya di bulan berikut nya yaitu di bulan syawal.

Rasulullah sendiri menikah dengan Siti Aisyah ketika bulan syawal, sebagaimana penuturan Siti Aisyah :, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan beliau tinggal satu rumah denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri beliau yang lebih beruntung dari pada aku.” (HR. Ahmad & Muslim). Hal ini jelas membantah kebiasaan orang jahiliyah di masa lampau tentnag ketidakbolehan seseorang menikah di bulan tersebut.


Orang arab pada waktu lampau menolak menikah di bulan ini karena diyakini sebagai bulan sial. Sama seperti sebagian orang Jawa, yang menolak untuk mengadakan acara besar di bulan Muharram (atau dalam penanggalan Jawa disebut dengan bulan Suro). Mereka meyakini bulan Suro sebagai bulan keramat, jika mengadakan acara di bulan ini dalam bentuk apapun, termasuk pernikahan, maka dapat mendatangkan malapetaka. Padahal sama seperti bulan Syawal, bulan Muharram pun juga diperbolehkan seseorang untuk melangsungkan pernikahan dan walimahan. 




Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dijalankan di bulan syawal selama enam hari. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw,  Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim).  Pada hadits tersebut, setelah berpuasa Ramadhan, maka diikuti dengan puasa sesudahnya (yaitu di bulan Syawal). Tetapi perlu diingat, bahwa puasa sunnah syawal ini tidak boleh dilakukan pada tanggal 1 syawal, karena hal ini terlarang dalam agama. 1 syawal merupakan salah satu hari yang tidak diperkenankan puasa. Semua ummat islam, diwajibkan untuk merayakan hari raya, dengan makan atau minum di siang hari, di hari tersebut.

Sedangkan pelaksanaan puasa syawal, adalah dengan memilih enam hari di antara hari-hari di bulan syawal. Sedangkan menurut Imam Syafii, keenam hari tersebut adalah hari-hari yang berturut-turut. Artinya jika memilih dimulai tanggal 3 syawal, maka tanggal 3-8 syawal adalah puasa-puasa baginya. Menurut pendapat lainnya, puasa syawal tidak harus dilaksanakan secara berturut-turut, tetapi dengan terpisah-pisah.

Menurut Syaikh Abdullah Ibn Baz, ulama dari Kerajaan Saudi Arabia, menyatakan bahwa puasa syawal tak harus berurutan harinya. Karena, sebagaimana hadits yang disebutkan di atas, nabi hanya menyatakan secara umum tentang pelaksanaan puasa sunnah enam hari di bulan syawal, tanpa menjelaskan berurutan ataukah terpisah. 

Terkait penentuan permulaan kapan kita mulai menjalankan puasa syawal, dapat dilihat dari hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad sebagaimana berikut  ‘Jika kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852). Artinya, jika kita selesai merayakannya, maka dianjurkan untuk berpuasa. Jika diterapkan dalam tradisi di Indonesia, dimana merayakan Idul Fitri dengan lebaran, yang diisi dengan serangkaian kegiatan silaturahmi ke sanak keluarga, kerabat, tetangga, dan sejawat, maka hendaknya jika segala kegiatan-kegiatan tersebut, berlalu. Misalnya di Indonesia, sampai hari ketujuh, relatif masih ramai dengan acara-acara yang berkaitan dengan lebaran.

Bagi pihak yang memiliki ‘hutang puasa’, maka dianjurkan untuk ‘melunasi’ puasa nya dengan meng-qodho nya. Qodho puasa biasanya didapatkan dari wanita-wanita yang mendapat haidh di bulan ramadhan, atau orang yang sakit selama beberapa hari di bulan tersebut sehingga harus membatalkannya, atau orang yang bepergian jauh yang mengharuskan ia tidak dapat melaksanakan puasa. Di Indonesia, banyak pemudik yang harus membatalkan puasanya, karena menemukan banyak rintangan selama perjalanan, seperti kemacetan selama berjam-jam, sehingga diperbolehkan secara syariat untuk membatalkan puasanya.




Pertanyaan nya, apakah boleh melakukan puasa syawal, tetapi ia sendiri masih mempunyai kewajiban menjalankan ibadah puasa selama beberapa hari, yang terpaksa ia tinggalkan? Sebagian besar ulama, menyatakan makruh. Artinya, lebih baik mengqodho romadhon nya dulu, setelah itu baru menjalankan puasa syawal. Meski demikian, tetap diperkenankan untuk menjalankan puasa syawal, dengan pertimbangan bahwa qodho puasa romadhon adalah waktu yang sangat longgar yang meliputi satu tahun, sampai sebelum datangnya romadhon tahun depan, dan tidak ada perintah untuk mengqodho puasa sesegera mungkin. Ini lah yang menjadi dasar bagi para ulama untuk tidak mengharamkan pelaksanaan puasa sunnah, walaupun masih mempunyai tanggungan puasa wajib. Adapun keutamaan dari puasa syaawal ini adalah berpuasa di bulan ini seperti berpuasa setahun penuh. 







Idul fitri berasal dari dua kata, yaitu ‘Id dan Fithri. ‘Id artinya kembali, dan Fithri, artinya suci. Sehingga jika digabungkan menjadi Kembali ke Fitri. Artinya, sesudah digembleng dengan amaliyah di bulan Ramadhan, maka diharapkan menjadi individu yang lebih bersih dan lebih baik lagi. Ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa ‘Id artinya di sini bukan ‘kembali’, melainkan ‘hari raya, dengan pertimbangan bahwa Hari Raya kurban, sering dinamakan dengan ‘Idul Adha, keduanya mempunyai persamaan, yaitu sebagai hari besar ummat islam.

Pertimbangan lain nya, bahwa ‘Id berarti hari raya, yaitu kewajiban seorang muslim untuk membayar zakat fitrah, diperuntukkan kepada kelompok tidak mampu. Dengan harapan, bahwa perayaan hari raya ini tidak hanya dirayakan oleh kelompok yang mampu (kaya), melainkan juga dapat dinikmati oleh kelompok faqir dan miskin. Kewajiban tiap individu membayar 2,5 kg makanan pokok ini setara dengan rata-rata konsumsi yang dibutuhkan oleh satu keluarga kecil dalam satu hari.

Perayaan Idul Fitri di Indonesia dan beberapa negara lainnya, seringkali berbeda. Hal ini dikarenakan karena Idul Fitri dirayakan berdasarkan penanggalan Hijriyah, yaitu sistem kalender yang mulai diberlakukan sejak zaman kekhalifahan Umar Ibn Khatab, dengan acuan awal Hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah, dengan menggunakan penanggalan qomariyah (yaitu sistem penanggalan berdasarkan perputaran bulan). Sedangkan dalam penentuan hari, terdapat dua metode, yaitu metode hisab (yaitu metode perhitungan) dan metode rukyatul hilal (yaitu melihat tanda kemunculan bulan). Terkadang dalam penentuan hisab, tidak sesuai dengan rukyatul hilal. Ini lah yang menjadi pangkal penyebab seringnya terjadi perbedaan dalam menentukan hari raya Idul Fitri.
Idul Fitri, sama seperti tuntunan syariat lainnya, yaitu selalu mengacu pada al Qur’an atau as Sunnah sebagai sumber referensinya, ini yang menjadi kekhasan dalam islam, yaitu tradisi yang selalu mengacu pada kedua petunjuk tersebut. Tentang penentuan waktu idul fitri ini, jatuh di bulan 1 syawal didasarkan petunjuk dari Surat al Baqarah 185, yang artinya



 “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Idul Fitri merupakan salah satu dari dua hari raya yang ditentukan oleh Nabi sendiri. Sedangkan perayaan keislaman lainnya, seperti Isra’ Mi’raj, Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi, dan sebagainya, bukan lah hari raya Islam. Tetapi dalam tradisi yang dilakukan oleh masyarakat muslim, peringatan-peringatan tersebut tetap dirayakan. Tentang penentuan dua hari raya ini, dapat dilihat dari hadits sebagaimana berikut ini;  Dari Imam Tabrani r.a., Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa menghayati malam Hari Raya Aidil Fitri dan malam Hari Raya Aidil Adha dengan amal ibadah sedang dia mengharapkan keredaan Allah semata-mata hatinya tidak akan mati seperti hati orang-orang kafir.”


Sebagaimana dalam Surat al Baqarah 185 di atas, bahwa setelah lewatnya bulan puasa (atau dengan menggenapkannya menjadi 30 hari), maka Allah memerintahkan untuk bertakbir kepadaNya. Perintah ini tidak hanya berlaku pada hari Raya Idul Fitri, melainkan juga pada hari raya Idul Adha. Pada suatu hadits, selain bacaan takbir, juga dianjurkan untuk bertahmid (memuji Allah, dengan bacaan alhamdulillah), atau dengan taqdis (mensucikan Allah, yaitu dengan bacaan Subhanallah). Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas, Rasululllah Saw bersabda “ Hiasilah kedua-dua Hari Raya kamu iaitu Hari Raya Puasa dan juga Hari Raya Korban dengan Takbir, Tahmid dan Taqdis.