A. Pendahuluan
Menyembelih Hewan Kurban di Hari Raya Idul Adha
dilakukan dengan cara-cara sebagaimana ditentukan oleh Rasulullah. Terdapat
beberapa rukun dalam penyembelihan hewan kurban di Hari Raya Idul Adha yang
wajib dilakukan (jika tidak maka akan tidak sah kurbannya). Ada yang berupa
amalan sunnah atau anjuran untuk dikerjakan ketika berkurban, ada pula
larangannya. Sagnat penting untuk memahami secara teknis berkurban, agar
berkurban secara benar dan sah menurut syariat islam.
B. Ketentuan Orang yang Berkurban
Tata cara ibadah kurban diatur
sedemikian rupa dalam agama Islam. Ada banyak ketentuan dalam melakukan kurban.
Orang yang melakukan kurban hendak lah adalah orang muslim. Tidak akan diterima
pahalanya jika yang melakukan kurban adalah orang kafir. Jika memaksa, maka itu
terhitung hibah, bukan qurban. Jika ada seorang kafir yang ingin ikutan kurban,
maka kurban mesti disendirikan, dari kurban milik kaum muslimin.
Ketentuan lainnya adalah baligh (dewasa). Begitu juga seorang yang berkurban adalah orang yang
bermukim atau bukan seorang musafir (menurut pandangan lainnya, hokum berkurban
untuk musafir tetap sah).
Ketentuan lainnya bagi seorang
yang hendak berkurban adalah pemilik penuh dari hewan ternak yang akan ia
kurbankan. Tidak diperkenankan seorang berhutang untuk melakukan kurban.
C.
Ketentuan
Jenis Hewan Kurban
Hewan yang berupa sapi atau
kerbau berlaku untuk 7 orang, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir,
bahwa ia bersama rasulullah menyembelih qurban, satu ekor untuk untuk tujuh
orang, dan satu ekor sapi untuk tujuh orang, sedangkan satu ekor domba dan
kambing untuk satu orang, sedangkan unta untuk 10 orang.
Ketentuan lainnya dalam
berkurban adalah binatang kurban hendaklah tidak cacat, seperti pincang,
terlalu kurus, dan cacat beberapa bagian fisiknya seperti bunting salah satu
kaki atau tangannya. Berkurban hendaklah dengan sesembelihan yang gemuk, sehat,
dan tidak cacat. Sebagaimana hadits berikut ini;
l-Bara’ Ibnu ‘Azib ra berkata: Rasulullah SAW
berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: “Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya,
tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum.” Riwayat Ahmad
dan Imam Empat.
Ali ra berkata: Rasulullah SAW memerintahkan
kami agar memeriksa mata dan telinga, dan agar kami tidak mengurbankan hewan
yang buta, yang terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek
telinganya, dan tidak pula yang ompong gigi depannya. Riwayat Ahmad dan
Imam Empat.
Selain
hewan kurban yang sehat, ketentuan lainnya adalah hewan tersebut harus lah
sampai usia tertentu. Bagi domba jika telah mencapai usia 1 tahun atau lebih,
kambing ataupun sapid an kerbau telah berusia dua tahun lebih.
D. Waktu Berkurban
Waktu
pelaksanaan kurban adalah selama 4 hari, yaitu ketika hari raya Idul Adha, dan
tiga hari tasyrik atau pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah. Jika dilaksanakan
di luar waktu tersebut, maka tidak dianggap sebagai kurban, melainkan dianggap
sebagai sedekah semata. Sebagaimana hadits rasulullah saw; “Barangsiapa yang
menyembelih sebelum shalat Idul Adha, maka itu tidak dianggap sebagai kurban
(nusuk). Itu hanya lah daging biasa untuk dimakan keluarganya (HR Bukhori dan
Muslim).
E. Beberapa ketentuan dalam
berkurban
1. Disunnahkan
Menyembelih Memakai Tangannya Sendiri
Dalam berkurban
dianjurkan untuk menyembelih hewan sendiri. Hadits-hadits yang meriwayatkan
tentang kurban rasulullah dilakukan dengan tangannya sendiri, sebagaimana
hadits berikut;
Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa Nabi SAW biasanya berkurban dua ekor
kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau
meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau
menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu lafadz: Dua ekor
kambing gemuk. – Dalam suatu lafadz riwayat Muslim: Beliau membaca bismillahi wallaahu
akbar.”
[Bulughul Marom]
Menurut riwayatnya dari hadits
‘Aisyah ra bahwa beliau pernah menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas
bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka
dibawakanlah hewai itu kepada beliau. Beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, ambillah pisau.” Kemudian
bersabda lagi: “Asahlah dengan batu.”
‘Aisyah melaksanakannya. Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu
membaringkannya, dan menyembelihnya seraya berdoa: “Dengan nama Allah. Ya Allah,
terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya.” Kemudian
beliau berkurban dengannya. [Bulughul Marom]
2. Boleh Menyewa Jagal Tetapi Tak
Boleh Mengupah dengan bagian Hewan Kurban (kulit, daging, dst)
Diperbolehkan juga untuk
menyerahkan kepada orang lain (atau tukang jagal), dengan ketentuan orang
tersebut betul-betul dapat dipercaya, dan upah untuk tukang jagal, hendak lah
bukan dari kurban, melainkan disendirikan, misalnya berupa upah uang.
Dianjurkan untuk tidak memberikan bagian dari hewan kurban, seperti (pada
lazimnya) bagian kulit.
Sebagaimana hadits Nabi; Rasulullah saw. pernah menyuruhku untuk mengurusi hewan kurbannya,
menyedekahkan dagingnya, kulitnya serta bagian-bagiannya yang terbaik dan
melarangku memberikannya kepada tukang jagal. Beliau bersabda: Kita akan
memberinya dari yang kita miliki. (Shahih Muslim No.2320)
Dalam praktiknya, kulit biasanya oleh shohibul qurban diberikan ke masjid. Dari pihak masjid, dijual, dan hasilnya masuk ke kas masjid. Hal seperti ini diperbolehkan. Sedangkan untuk upah jagal, lebih baik dari shohibul qurban, atau biasanya lewat kas masjid untuk menyewa jagal. Jika demikian adanya, pihak takmir masjid harus menyewa jagal yang benar-benar memahami ketentuan menyembelih dalam islam.
F.
Teknis Pemotongan Hewan Kurban
1. Wajib Membaca lafazh Bismillah.
ketentuan ketika menyembelih kurban yang tidak dapat ditinggalkan atau wajib hukumnya adalah membaca basmalah “bismillahirrahmanirrahim”. Syarat ini adalah mutlak, tidak boleh ditinggalkan baik karena alas an lupa, tdak tahu, apalagi sengaja. Jika demikian, maka kurban tersebut tidak dianggap sah. Ketentuan ini dari Allah yaitu Surat al An’am 121 “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Al-An’am: 121) . ketentuan lainnya adalah yang menyembelih harus lah seorang muslim. Jika memilih seorang jagal, haruslah jagal yang muslim dan amanah.
2. Sunnah bertakbir dan Membaca doa
bagi shohibul Qurban
Disunnahkan pula ketika menyembelih
diiringi dengan suara takbir. Kemudian diikutibacaan “hadza minka wa laka” (Abu Dawud) atau hadza minka wa laka ‘anni (ini dari Kamu untuk Kamu, sesembahan
dari kami) jika shohibul qurban menyembelih sendiri, atau menyebut hadza minka wa laka ‘an fulan
(disebutkan nama shohibul qurbannya) diucapkan oleh jagal (pihak lain) untuk
mewakili shohibul qurban, kemudian
diiringi dengan doa “Allahumma taqobbal
minni” (Ya Allah kabulkan lah kurban hamba), jika menyembelih sendiri, atau
“Allahumma taqobbal min fulan
(menyebut shohibul qurban), jika memakai jasa orang lain (Jagal).
3.
Sunnahnya Menempatkan Posisi Hewan
Kurban, Menggunakan Pisau tajam dan Menenangkan Hewan Kurban terlebih dahulu.
Penyembeihan disunnahkan pula dengan
meletakkan kakinya di leher hewan yang akan disembelihnya. Hewan yang
disembelih dihadapkan ke kiblat di atas lambung kirinya.Dalam menyembelih,
gunakan pisau yang tjam, agar leher hewan cepat putus, dan hewan tidak
merasakan rasa sakit yang lama ketika disembelih,
Bentuk kesunnahan dalam menyembelih
kurban adalah menenangkan hewan kurban sebelum disembelih, berdasarkan hadits
Nabi Dalilnya : “Jika kalian menyembelih,
sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan pisau dan
hendaknya ia menenangkan hewan sembelihannya” (HR. Muslim). Banyak cara
yang dilakukan untuk menenangkan hewan, seperti memisahkan hewan kurban dengan
hewan kurban lainnya. Adapaun tempat pelaksanaan penyembelihan dilakukan di
lapangan tidak ditengah pemukiman penduduk.
G. Distribusi
Daging hewan kurban
Distribusi
daging tidak diperkenankan dalam keadaan masak, melainkan dalam
potongan-potongan daging hewan kurban. Tetapi diperbolehkan untuk menikmati
daging kurban, dengan cara dimasak bersama-sama, dengan ketentuan harus seijin
shohibul qurban, atau pihak panitia yang sudah diberikan amanah oleh shohibul
qurban untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kurbannya.
sering
ada yang menanyakan apakah mesti hasil penyembelihan qurban dibagi 1/3 untuk
shohibul qurban, 1/3 untuk sedekah pada fakir miskin dan 1/3 sebagai hadiah.
Lalu apakah hasil qurban boleh dimakan oleh orang yang berqurban (shohibul
qurban)? Pembahasan ini moga bisa memberikan jawaban.
Syaikh
Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah memberikan
keterangan, “Kebanyakan ulama menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan
bersedekah dengan sepertiga hewan qurban, memberi makan dengan sepertiganya dan
sepertiganya lagi dimakan oleh dirinya dan keluarga. Namun riwayat-riwayat tersebut
sebenarnya adalah riwayat yang lemah. Sehingga yang lebih tepat hal
ini dikembalikan pada keputusan orang yang berqurban (shohibul qurban).
Seandainya ia ingin sedekahkan seluruh hasil qurbannya, hal itu diperbolehkan.
Dalilnya, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu,
Hewan kurban yang telah
disembelih, dagingnya dipotong-potong untuk dibagikan kepada orang lain,
dianjurkan kepada orang faqir miskin, sedangkan sebagainnya dinikmati sendiri.
Ketentuan pembagian daging hewan kurban dapat dilihat dalam hadits berikut;
Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam memerintahkan dia untuk mengurusi unta-unta hadyu. Beliau memerintah
untuk membagi semua daging qurbannya, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh
pada punggung unta untuk melindungi dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan
beliau tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun dari qurban itu kepada
tukang jagal (sebagai upah)
Dalam tradisi masjid kita,
hewan kurban yang telah dipotng-potong, sebagian dari daging kurban
disendirikan diperuntukkan untuk shohibul
qurban, sedangkan sisanya dibagikan, berdasarkan ketentuan dari panita
penyelenggara. Ada pun ketentuan 1/3 yang diberikan kepada orang lain tidak
didasarkan pada hadits yang shohih, atau lewat periwayatan hadits yang lemah.
Menurut dewah fatwa di Saudi, Al Lajnah ad Daimah, menyatakan bahwa pembagian
hewan kurban bisa lebih atau kurang dari 1/3. Tetapi dalam tradisi kita yang
hidup serba berdampingan, 1/3 atau kurang darinya, diperuntukkan kepada shahibul qurban, dan sisanya (bagian
terbesarnya) dibagi-bagikan sesuai ketentuan masjid penyelenggara.
H.
Kesimpulan
Tata Cara melakukan ibadah kurban harus
dipahami secara benar. Baik dari ketentuan orang yang berkurban, jenis atau
kualitas binatang kurban, sampai tata cara penyembelihan. Begitu juga dengan
ketentuan menyewa jagal harus diperhatikan, karena hal ini juga sangat penting.
Jagal haruslah seorang muslim yang tahu cara yang benar menyembelih hewan
sesuai dengan ketentuan syariat islam.
alhamdulillah bermanfaat sekali informasi mengenai kurban ini, terimakasih.
BalasHapusARTIKELNYA sangat membantu kami, terimakasih untuk infonya kak,infromasinya sangat membantu
BalasHapus