1. Amalan
Sunnah di Bulan Muharram
Salah
satu keistimewaan bulan Muharram sebenarnya bukan terletak pada tanggal 1
Muharram. Tetapi pada bulan Muharram itu sendiri, sebagai salah satu dari 4
Bulan Haram (keempatnya adalah; Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram & Shofar).
Muharram artinya waktu yang
diharamkan untuk menzalimi diri kita untuk berbuat dosa dan maksiyat. Allah
berfirman;
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah
adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu”
(QS
At-Taubah: 36)
Menurut Tafsir
Ibn Hatim, berbuat maksiyat di bulan-bulan tersebut dosanya lebih besar
daripada dilakukan di bulan-bulan lainnya.
Pada
bulan ini, para ulama melarang untuk melakukan peperangan. Sebagian ulama
membolehkan melakukan peperangan di bulan ini, dengan catatan perang dimulai
sebelum tiba bulan Muharram, dan masih berlangsung di bulan ini. Pertanyaannya
adalah bagaimana dengan perang modern? Yang tidak hanya menggunakan peralatan
canggih, melainkan juga model perang urat saraf, perang opini/media, penggunaan
jaringan spionase, penyusupan, dst. Sehingga perlu ijtihad di sini.
Selama
bulan Muharram, kita dianjurkan untuk berpuasa selama di bulan ini, khusunya di
hari Asyura, yang jatuh pada tanggal
9 Muharram. Tanggal ini disunnahkan berpuasa, karena di hari itu hari dimana
Nabi Musa as & Nabi Harun, beserta para pengikutnya, diselamatkan oleh
Allah dari kejaran Fir’aun.
2. Tradisi di Bulan
Muharram
Bulan
Muharram dalam prakteknya tidak hanya diwujudkan dengan menjalankan
sunnah-sunnah Nabi sebagaimana di atas, melainkan juga dijalankan tradisi-tradisi.
Banyak tradisi yang dijalankan pada bulan Muharram, khususnya pada tanggal 1
Muharram dan tanggal 9 Muharram. Beberapa tradisi tersebut diantaranya adalah;
a. Tradisi
yang bertentangan dengan Syariat Islam
Tidak semua tradisi selaras dengan
tradisi islam. Salah satunya adalah Tradisi ritual Malam 1 Suro Dalam sistem
penanggalan bulan Jawa, bulan Muharram disebut dengan bulan Suro. Diambil dari
nama ‘Asyura. Yaitu salah satu hari yang ada di bulan tersebut. Tradisi ini
dijalankan di kedua kraton mataram islam, yaitu Kraton Kasunanan Surakarta dan
Kraton Kasultanan Yogyakarta.
Sebenarnya tradisi ini adalah tradisi
yang baru, karena tradisi ini diadakan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1976,
yang menganjurkan kraton untuk melakukan ritual di malam itu. Ketika itu Pak
Harto masih memiliki kepercayaan kejawen yang kuat. Peserta kirab kraton ini
sampai ratusan bahkan ribuan orang.
Dapat dibayangkan barisan orang memadati
jalan dengan panjang iringan sekitar satu kilometer. Mereka berjalan
mengelilingi sisi luar beteng kraton, dikenal dengan istilah mubeng beteng.
Di kawasan parangtritis, Bantul, setiap
malam satu suro, dipadati dengan orang-orang. Mereka pada umumnya para pemuda
yang ingin menikmati keramaian. Sedangkan sebagian kecil mereka, melakukan
ritual rutin di Puri Parangkusumo (sebelah barat Pantai Parangtritis).
Beberapa lokasi yang dipercaya menyimpan
sejarah para tokoh dahulu, seperti peninggalan wali, raja mataram, dan
sebagainya seringkali digunakan untuk ngalap
berkah. Bahkan pada tanggal 1 Suro dilakukan juga acara pajimasan, yaitu
membersihkan berbagai pusaka kraton yang dipercaya mengandung tuah, dan
sisa-sia airnya diperebutkan oleh banyak orang, karena dipercaya akan
mendatangkan rezeki dan mencegah dari bala.
Tradisi ini jelas bertentangan dengan
syariat islam. Karena meminta kepada sesuatu yang ghaib di luar Allah, dan di
luar ketentuan syariat Islam.
Tradisi lain yang bertentangan dengan syariat Islam adalah tradisi menyiksa diri di hari Asyura, tanggal 9 Muharram. Mereka menyiksa diri, dengan pedang dipukul-pukulkan di kepala hingga berdarah, di hari itu untuk memperingati terbunuhnya Sayyidina Husein Ibn Ali Ibn Tholib, di Karbala, Irak. Tradisi ini biasanya diperingati oleh orang-orang Syiah. Tradisi ini haram hukumnya dilakukan, apalagi oleh kaum muslimin.
b. Tradisi
yang diperbolehkan dalam Syariat
Banyak tradisi yang dilakukan dan diinisasi ummat Islam pada bulan ini.
Seperti tradisi gerak jalan bareng. Mengisi malam 1 Muharram dengan
menyeenggarakan pengajian, bersholawat atau bermujahadah. Adalah
tradisi-tradisi bersifat muamalah dan diperbolehkan dalam islam. Atau mengisinya
dengan pembacaan kitab maulid (baik berbasis Kitab Simtudduror, kitab Ad diba’i
ataupun kitab al Barzanzi) &
Qasidah.
Kebolehan dalam menentukan boleh tidaknya
sebuah tradisi dilarang adalah, apakah tradisi tersebut bertentangan dengan
syariat atau tidak. Jika tidak bertentangan, maka hendaklah diisi dengan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik secara agama maupun kemaslahatan ummat,
misalnya bersih-bersih kampung.
Tidak ada komentar