Islam juga mengajarkan
bagaiaman kita merawat lingkungan sekitar kita. Sebagaimana disebutkan dalam
Surat Ar Rum ayat 41 sampai ayat 42, yang berbunyi
Artinya : “Telah
tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan
perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum :
41-42)
Ayat di atas menyatakan bahwa
kerusakan di daratan dan di lautan terjadi karena ulah manusia. baik itu rusak
karena perbuatan manusia dalam melanggar perintah Allah, seperti syirik dan
maksiyat, juga disebabkan oleh ulah manusia dalam merusak fisik bumi. Pada masa
sekarang kerusakan fisik sangat terang. Ekosistem laut banyak dirusak oleh
berbagai pencemaran, baik pencemaran karena radiasi, limbah-limbah kimiawi,
kebocoran minyak, maupun rusak akibat peperangan yang melibatkan persenjataan
modern.
Ada korelasi antara sikap
sombong manusia dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi menyebabkan
sebagian ummat manusia, merasa dia berdiri di atas bumi, sehingga ia berhak
melakukan eksploitasi langsung terhadapnya. Karena tidak adanya nilai ketuhanan
yang mengatur, maka etika terhadap lingkungan dilanggar. Kecanggihan teknologi
di masa modern, dampaknya tidak bisa dicegah oleh manusia itu sendiri. Pertumbuhan
ummat manusia meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya teknologi.
Di sini lah pentingnya manusia
untuk kembali mempertanyakan, apa posisi manusia di tengah bumi ini. Dalam
surat al Baqoroh ayat ke 30, bahwa kedudukan manusia di muka bumi ini adalah sebagai
pemimpin. Meskipun manusia dapat memanfaatkan apa saja di bumi untuk menunjang
kehidupannya, tetapi manusia dilarang untuk berbuat kerusakan. Hal ini dapat
dilihat dari etika peperangan yang diterapkan oleh Rasulullah, tidak
diperbolehkan membunuh wanita, anak-anak, binantang ternak dan tumbuh-tumbuhan.
Hal ini juga berlaku ketika ummat islam melakukan ibadah haji, tidak
diperkenankan merusak tanaman-tanaman dan binatang. Jika dilanggar, maka
diwajibkan membayar dam (demda).
Meski aturan ini, selama ini
dipahami secara fiqh, hanya pada moment tertentu (Yaitu pada waktu haji),
tetapi jika ditafsirkan lewat ayat-ayat lain nya, peraturan untuk tidak merusak
lingkungan adalah larangan yang bersifat menyeluruh. Sebagaimana dapat dilihat
dari ayat berikut ini;
Artinya : “Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira
sebelum kedatangan rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa
awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan
di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam
buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,
mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya
tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya
hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran
(Kami)bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS Al A’raf : 56-58)
Tidak
merusak lingkungan hidup adalah etika kaum muslimin. Karena lingkungan alam
adalah hal yang harus dijaga, agar tidak lekas rusak. Jika rusak, maka akan
menggangu stabilitas ekosistem. Sebagaimana terjadi sekarang ini, pemanasan
global, meningkatnya suhu di bumi menyebabkan mencairnya jutaan volume es di
kutub, terjadinya hujan asam, dan sebagainya. Bahkan di ayat lainnya, salah
satu pembeda akhlaq seorang muslim dengan yang bukan adalah akhlaq mereka
terhadap alam, sebagainya Firman Allah dalam Surat Shad ayat 27-28, sebagaimana
berikut ini;
Artinya : “Dan
kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”. Patutkah Kami
menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan
orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami
menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat
ma’siat? (QS Sad : 27 -28)
Alam semesta
selain sebagai tempat hidup, juga sebagai sumber energy bagi manusia. manusia
dapat hidup dengan air, lingkungan yang dapat menghasilkan sumber konsumsi bagi
dirinya, dan intensitas matahari yang berkecukupan. Tetapi selain itu linkungan
alam menyediakan manusia sebagai wahana untuk berfikir akan keagungan Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Yunus 101
Artinya : “Katakanlah : Perhatikanlah apa yang ada
di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan
rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS
Yunus :101)
Hal
ini dapat jgua dilihat dari Surat al Baqoroh ayat 164, sebagaimana berikut ini;
Artinya : “ Sesungguhya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar dilaut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari berupa air ,
lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan
di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi sungguh (terdapat) tana-tanad (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al Baqarah : 164)
Penutup
Manusia adalah pemimpin di Bumi. Mereka tidak
hanya menjadikan bumi sebagai sumber eksploitasi, melainkan bumi harus dirawat.
Sehingga keseimbangan alam terjadi, dan manusia dapat hidup di bumi sebagaimana
kehendak Allah.
Tidak ada komentar