Wanita adalah
bagiam terbesar dari populasi manusia. Jumlah wanita di tiap Negara selalu
lebih dari 50 persen penduduk. Pengaruh wanita terhadap Negara tidak boleh
dianggap sebelah mata. Di sisi lainnya hubungan antara pria dan wanita sangat
diatur dalam islam, seorang wanita tidak boleh berbaur sembarangan dengan pihak
lelaki. Hal ini berbeda dengan etika barat, yang tidak mengatur masalah
demikian. Sehingga, emansipasi wanita dalam Islam berbeda dengan emansipasi
wantia lewat sudut pandang barat.
Kesetaraan
dalam islam berbeda dengan prinsip kebebasan atau liberalism di Barat. Dalam
pandangan kelompok liberalisme, seorang wanita dapat melakukan apa saja,
termasuk di luar ketentuan syariat. Hal ini jelas berbeda dengan Islam,
emansipasi berangkat dari pemahaman bahwa kedudukan wanita dan pria di mata
Allah adalah setara. Meskipun, keduanya mempunyai kewajiban yang tidak sama,
sebagaimana kewajiban mereka dalam rumah tangga. Kewajiban seorang suami jelas berbeda dengan kewajiban
seorang istri. Dalam ayat al Qur;an disebutkan ;
“Barangsiapa yang mengerjakan
amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri
balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)
Dalam firman Allah lainnya dinyatakan;
QS. Al-Ahzab
: 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala
yang besar”.
Dalam ayat di atas, kedudukan manusia baik itu lelaki dan perempuan sama,
meskipun dengan bentuk ketaatan yang berbeda antara keduanya. Mereka harus
sama-sama tunduk pada perintah Allah. Mengerjakan amal sholih agar mendapat
ridha Allah, dan memperoleh semua balasan baik di dunia maupun akhirat.
Sedangkan dalam sudut pandangan orang barat, emansipasi wanita diartikan
sebagai emansipasi wanita secara mutlak, bahkan sebagian mengartikan sebagai
bebasnya seorang wanita dari tuntutan nilai-nilai agama maupun adat.
Emansipasi dalam islam jelas berbeda dengan emansipasi dalam perspektif Hak
Asasi Manusia (HAM). Misalnya, dalam Islam, jilbab adalah anjuran agama yang
ditujukan kepada wanita. Sedangkan dalam perspektif feminism, jilbab diartikan
sebagai pengekangan seorang wanita. Kewajiban taat seorang istri kepada suami,
dalam islam diartikan sebagai anjuran yang diasalkan dari perintah Allah dan
rasul. Tetapi tidak demikian dalam perspektif Barat, ketundukan istri kepada
suami dianggap sebagai penindasan dari system social patriarchal.
Emansipasi wanita dalam islam juga tidak diartikan sebagai pembatasan
secara semena-mena terhadap hak-hak wanita. wanita tetap diperbolehkan bekerja,
selama itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Wanita juga tidak
dilarang untuk terlibat dalam dunia social, selama hal itu tidak menimbulkan
fitnah dan harus menghindari diri dari tata pergaulan yang sudah keluar dari
koridor syariat.
Batasan ini tidak hanya dikenakan kepada pihak wanita belaka, melainkan
juga pada pihak lelaki. Seorang lelaki harus dituntut untuk bertanggungjawab
kepada istri dan anak-anak mereka, melebihi beban yang ditanggung oleh istri.
Dalam Islam, seorang istri bertanggungjawab penuh kepada anak. Sedangkan pihak
suami, bertanggungjawab penuh kepada pihak istri. Sehingga terjadi keseimbangan
antara hak pria dan wanita dalam Islam, yang tidak dapat ditemukan dalam
emansipasi oleh kaum feminis.
Kaum feminis biasanya menafikan adanya fakta perbedaan mendasar antara pria
dan wanita. bagi mereka, perbedaan gender itu hanyalah konstruksi social
belaka. Sedangkan islam memandang bahwa perbedaan gender adalah fitrah dan
ketentuan oleh Allah yang mesti diterima oleh setiap manusia. Dan manusia harus
lah berjalan atas fitrahnya tersebut. Hak dan kewajiban antara pria dan wanita
berbeda, karena mereka punya kodrat yang berbeda. Dari perbedaan kodrat
tersebut, maka menimbulkan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
Kodrat seorang istri adalah untuk melahirkan, karena secara biologis mereka
mmepunyai rahim dan sel-sel kewanitaan yang berfungsi untuk melahirkan dan
menyusui. Hal ini tidak mungkin dikerjakan oleh pihak pria. Sedangkan tuntutan
untuk bekerja dan bertanggungjawab pada kehidupan mereka dimiliki oleh seorang
lelaki. Kita tidak boleh memandang pada zaman sekarang, pada zaman dahulu,
kekuatan fisik sangat menentukan penghasilan seseorang, dan hal ini kurang
memungkinkan dilakukan oleh kelompok wanita. mereka tak mungkin untuk mengejar
buruan dan berperang untuk melindungi keluarganya.
Pengertian qowwam dalam Ar
Rijaalu qowwamuuna alan nisa’ tidak boleh diartikan sebagai pihak lelaki harus
berlaku semena-mena, tetapi diartikan sebagai tanggungjawab penuh di tangan
seorang lelaki. pada zaman modern ini, seorang wanita dapat melakukan pekerjaan
mereka atau meniti karir sesuai dengan bidang pendidikan mereka. Tetapi hal
tersebut harus lah atas izin suaminya, dan suaminya wajib mempertimbangkan
berdasarkan akal sehatnya. Dari sini kita dapat melihat keseimbagnan antara
lelaki dan perempuan dalam Islam.
Tidak ada komentar