Raden Ajeng Kartini merupakan seorang
pahlawan yang dikenal bukan hanya karena aktivitas fisiknya, melainkan
aktivitas berfikirnya lewat catatan-catatan nya. Catatan-catatan dari Kartini
ini kemudian dikumpulkan jadi satu, diberi judul Door Duistermis tox Licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang.
Untuk menularkan pemikirannya ia mendirikan sekolah perempuan bagi pribumi.
Pada zaman itu, sekolah untuk kelompok perempuan pribumi adalah hal yang sangat
asing. Pendidikan pada waktu itu hanya diperuntukkan kepada kalangan bangsawan.
Pada masa itu berbeda pada masa
sekrang ini. Seorang perempuan dari kalangan ningrat, seperti RA Kartini, tidak
lah bebas untuk menentukan pilihan hidupnya. Meskipun sebagai seorang bagnsawan
ia memperoleh pendidikan di sekolah Belanda. Hal ini lah yang membuatnya bisa
berkomunikasi dan menulis dengan bahasa Belanda. Sebagaimana tulisan-tulisannya
yang pada umumnya menggunakan bahasa Belanda. Tetapi, tingkat pendidikan ini
tidak ekuivalen dengan kebebasan yang dimilikinya. Ia tetaplah seorang wanita
yang dipingit oleh lingkungannya, tidak diperkenankan untuk berinteraksi
sebagaimana layaknya orang lain. Bahkan dalam urusan menentukan jodoh,
ditentukan oleh pihak keluarga, dan dipingit.
Ini yang menjadi dasar perbedaan
antara perlakuan kepada wanita, antara bagnsawan jawa, dengan
perempuan-perempuan Belanda. Lewat surat-suratnya, ia bertukar pikiran dengan
seorang wanita Belanda, termasuk pada masalah emansipasi wanita.
Kartini adalah sosok muda, menurut
ukuran kita masa kini. Ia meninggal di usia sagnat muda, yaitu 24 tahun. Tidak
banyak pengalaman hidup yang ia tempuh, tetapi dari surat-surat yang
dikumpulkan oleh Mr. Abendanon, kita dapat menemukan banyak pelajaran, yang
dapat mengilhami para wanita di negeri untuk menjalankan cita-citanya, dan
menyadari bahwa secara hakekat, kedudukan wanita dan pria adalah setara.
Apa
yang ditulis oleh RA Kartini dalam surat-suratnya tersebut?
Pada umumnya ia menulis tentang
kondisi social saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Umumnya
menolak tradisi Jawa yang dianggap oleh Kartini menghambat kemajuan perempuan.
perempuan jawa tidak diperkenankan kuliah sampai tinggi, harus dipingit sampai
kemudian dinikahkan, oleh lelaki yang tak dikenalnya. Kartini sendiri menikah
dengan seorang pria yang jauh diatas usianya, dan ia menjadi madu (istri ke
sekian dari suaminya).
Untuk keluar dari kondisi
keterkungkungan budaya ini, ia ingin keluar dari lingkungannya. Ia ingin pergi
ke Eropa atau setidaknya ke Betawi, menjalani kehidupan sebagai seorang guru.
Ia ingin aktif berinteraksi dengan para wanita, dan jauh dari kultur yang
mengekangnya. Tetapi keinginan ini tidak tercapai, karena ia terlanjur sudah
dinikahkan.
Tidak selamanya Kartini, sepakat
dengan wanita bulenya yang jadi teman nya berkorespondensi. Dalam suratnya
kepada Ny. ABendon pada Agustus 1900, ia menyatakan bahwa kita (wanita) dapat
menjadi manusia, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya. Pada surat ini ia
berbicara tentang peran serta wanita, tanpa meninggalkan identitas dan
kewajibannya sebagai wanita. pada umumnya, pemikiran ini bersifat spekulatif,
yaitu hendak mereposisi kedudukan wanita, tanpa kehilangan jati dirinya sebagai
wanita.
Setahun berikutnya, Surat Kartini
ditujukan kepada pihak yang sama (Ny. Abendon), Kartini menulis tentang
keprihatinan dan ajakan berjuang untuk
memperbarui keadaan orang-orang yang tertindas, dan korban ketidakadilan. Ia
menulis tentang ketidakadilan kepada teman Belanda, ketika Indonesia berada di
bawah penjajahan pemerintahan Belanda. Pada masa ini, bahasa nya hampir sama
dengan para aktivis wanita masa kini, yang pada umumnya tidak puas terhadap
realitas ketidakadilan, baik diakibatkan oleh system maupun diakibatkan oleh
kebijakan pemeritnahan.
Surat Kartini tentang pentingnya
pendidikan wanita ditujukan kepada Prof Anton dan istrinya, untuk mengusahakan
pengajaran bagi anak-anak wanita, karena kartini yakin, wanita mempunyai
kemampuan dan pengaruh, karena wanita adalah pendidik pertama manusia (yaitu
ketika manusia masih bayi). Surat Kartini pada Ny Abendanon pada Oktober 1902,
Kartini mempertanyakan masyarakat Eropa sebagai masyarakat sempurna, karena
banyak hal yang tidak sesuai dengan etika yang terjadi pada peradaban Eropa.
Apa
yang diambil dari kisah Kartini?
Yaitu sebuah pelajaran tentang
pergumulan seorang wantia yang berfikir secara mandiri, dan punya cita merubah
nasib bangsa dan sesame kaumnya (wanita) untuk keluar dari tekanan-tekanan
tradisi yagn selama ini membelenggunya, tanpa kehilangan jati dirinya, dan
tanpa harus mengorbankan etikanya dan kebarat-baratan.
Tidak ada komentar