Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing








Satu tahun sebelum peristiwa Hijrah terjadi peristiwa sangat penting dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa Isra’ Mi;raj. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi berada di Mekkah, sebagian besar dari masyarakat Mekkah waktu itu mengingkari kenabian Muhammad. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab, dan menjadi tonggak penting ummat islam, karena sejak peristiwa ini turun kewajiban utama ummat islam, yaitu sholat. 

Riwayat tentang perjalanan malam nabi dan diangkatnya dia ke langit untuk bertemu langsung dengan Allah dan menerima perintah kewajiban salat di lima waktu terdapat dalam Kitab Hadits Shahih  Imam Muslim

Dalam Isra’ Mi’raj terdapat dua peristiwa, yaitu peristiwa Isra’ kemudian Mi’raj. Dalam peristiwa Isra’, Nabi melakukan perjalanan dari Mekkah menuju Madinah di malam hari, sebagaimana disebutkan dalam SUrat Al Isra ayat pertama, yaitu ayat yang berbunyi; Subhanalladzi asro bi’abdihi lailan minal masjidil haroomi ilal masjidi al aqsho al ladzii baroknaa haulah. (Maha suci Allah yang memperjalakan hamba-Nya pada suatu malam dan al Masjidil Haram ke al Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Sedangkan dalam peristiwa Mi’raj adalah peristiwa diangkatnya Nabi dari Masjidil Aqsho menuju sidratul Muntaha, di sini lah rasulullah menerima perintah untuk melaksanakan sholat lima waktu dalam sehari.





Raden Ajeng Kartini merupakan seorang pahlawan yang dikenal bukan hanya karena aktivitas fisiknya, melainkan aktivitas berfikirnya lewat catatan-catatan nya. Catatan-catatan dari Kartini ini kemudian dikumpulkan jadi satu, diberi judul Door Duistermis tox Licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang. Untuk menularkan pemikirannya ia mendirikan sekolah perempuan bagi pribumi. Pada zaman itu, sekolah untuk kelompok perempuan pribumi adalah hal yang sangat asing. Pendidikan pada waktu itu hanya diperuntukkan kepada kalangan bangsawan. 

Pada masa itu berbeda pada masa sekrang ini. Seorang perempuan dari kalangan ningrat, seperti RA Kartini, tidak lah bebas untuk menentukan pilihan hidupnya. Meskipun sebagai seorang bagnsawan ia memperoleh pendidikan di sekolah Belanda. Hal ini lah yang membuatnya bisa berkomunikasi dan menulis dengan bahasa Belanda. Sebagaimana tulisan-tulisannya yang pada umumnya menggunakan bahasa Belanda. Tetapi, tingkat pendidikan ini tidak ekuivalen dengan kebebasan yang dimilikinya. Ia tetaplah seorang wanita yang dipingit oleh lingkungannya, tidak diperkenankan untuk berinteraksi sebagaimana layaknya orang lain. Bahkan dalam urusan menentukan jodoh, ditentukan oleh pihak keluarga, dan dipingit.

Ini yang menjadi dasar perbedaan antara perlakuan kepada wanita, antara bagnsawan jawa, dengan perempuan-perempuan Belanda. Lewat surat-suratnya, ia bertukar pikiran dengan seorang wanita Belanda, termasuk pada masalah emansipasi wanita. 

Kartini adalah sosok muda, menurut ukuran kita masa kini. Ia meninggal di usia sagnat muda, yaitu 24 tahun. Tidak banyak pengalaman hidup yang ia tempuh, tetapi dari surat-surat yang dikumpulkan oleh Mr. Abendanon, kita dapat menemukan banyak pelajaran, yang dapat mengilhami para wanita di negeri untuk menjalankan cita-citanya, dan menyadari bahwa secara hakekat, kedudukan wanita dan pria adalah setara. 

Apa yang ditulis oleh RA Kartini dalam surat-suratnya tersebut?
Pada umumnya ia menulis tentang kondisi social saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Umumnya menolak tradisi Jawa yang dianggap oleh Kartini menghambat kemajuan perempuan. perempuan jawa tidak diperkenankan kuliah sampai tinggi, harus dipingit sampai kemudian dinikahkan, oleh lelaki yang tak dikenalnya. Kartini sendiri menikah dengan seorang pria yang jauh diatas usianya, dan ia menjadi madu (istri ke sekian dari suaminya). 

Untuk keluar dari kondisi keterkungkungan budaya ini, ia ingin keluar dari lingkungannya. Ia ingin pergi ke Eropa atau setidaknya ke Betawi, menjalani kehidupan sebagai seorang guru. Ia ingin aktif berinteraksi dengan para wanita, dan jauh dari kultur yang mengekangnya. Tetapi keinginan ini tidak tercapai, karena ia terlanjur sudah dinikahkan. 

Tidak selamanya Kartini, sepakat dengan wanita bulenya yang jadi teman nya berkorespondensi. Dalam suratnya kepada Ny. ABendon pada Agustus 1900, ia menyatakan bahwa kita (wanita) dapat menjadi manusia, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya. Pada surat ini ia berbicara tentang peran serta wanita, tanpa meninggalkan identitas dan kewajibannya sebagai wanita. pada umumnya, pemikiran ini bersifat spekulatif, yaitu hendak mereposisi kedudukan wanita, tanpa kehilangan jati dirinya sebagai wanita. 

Setahun berikutnya, Surat Kartini ditujukan kepada pihak yang sama (Ny. Abendon), Kartini menulis tentang keprihatinan dan ajakan  berjuang untuk memperbarui keadaan orang-orang yang tertindas, dan korban ketidakadilan. Ia menulis tentang ketidakadilan kepada teman Belanda, ketika Indonesia berada di bawah penjajahan pemerintahan Belanda. Pada masa ini, bahasa nya hampir sama dengan para aktivis wanita masa kini, yang pada umumnya tidak puas terhadap realitas ketidakadilan, baik diakibatkan oleh system maupun diakibatkan oleh kebijakan pemeritnahan.

Surat Kartini tentang pentingnya pendidikan wanita ditujukan kepada Prof Anton dan istrinya, untuk mengusahakan pengajaran bagi anak-anak wanita, karena kartini yakin, wanita mempunyai kemampuan dan pengaruh, karena wanita adalah pendidik pertama manusia (yaitu ketika manusia masih bayi). Surat Kartini pada Ny Abendanon pada Oktober 1902, Kartini mempertanyakan masyarakat Eropa sebagai masyarakat sempurna, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan etika yang terjadi pada peradaban Eropa. 

Apa yang diambil dari kisah Kartini?
Yaitu sebuah pelajaran tentang pergumulan seorang wantia yang berfikir secara mandiri, dan punya cita merubah nasib bangsa dan sesame kaumnya (wanita) untuk keluar dari tekanan-tekanan tradisi yagn selama ini membelenggunya, tanpa kehilangan jati dirinya, dan tanpa harus mengorbankan etikanya dan kebarat-baratan. 





Wanita adalah bagiam terbesar dari populasi manusia. Jumlah wanita di tiap Negara selalu lebih dari 50 persen penduduk. Pengaruh wanita terhadap Negara tidak boleh dianggap sebelah mata. Di sisi lainnya hubungan antara pria dan wanita sangat diatur dalam islam, seorang wanita tidak boleh berbaur sembarangan dengan pihak lelaki. Hal ini berbeda dengan etika barat, yang tidak mengatur masalah demikian. Sehingga, emansipasi wanita dalam Islam berbeda dengan emansipasi wantia lewat sudut pandang barat.
Kesetaraan dalam islam berbeda dengan prinsip kebebasan atau liberalism di Barat. Dalam pandangan kelompok liberalisme, seorang wanita dapat melakukan apa saja, termasuk di luar ketentuan syariat. Hal ini jelas berbeda dengan Islam, emansipasi berangkat dari pemahaman bahwa kedudukan wanita dan pria di mata Allah adalah setara. Meskipun, keduanya mempunyai kewajiban yang tidak sama, sebagaimana kewajiban mereka dalam rumah tangga. Kewajiban  seorang suami jelas berbeda dengan kewajiban seorang istri. Dalam ayat al Qur;an disebutkan ;

 “Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)

Dalam firman Allah lainnya dinyatakan;

QS. Al-Ahzab : 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar”.


Dalam ayat di atas, kedudukan manusia baik itu lelaki dan perempuan sama, meskipun dengan bentuk ketaatan yang berbeda antara keduanya. Mereka harus sama-sama tunduk pada perintah Allah. Mengerjakan amal sholih agar mendapat ridha Allah, dan memperoleh semua balasan baik di dunia maupun akhirat. Sedangkan dalam sudut pandangan orang barat, emansipasi wanita diartikan sebagai emansipasi wanita secara mutlak, bahkan sebagian mengartikan sebagai bebasnya seorang wanita dari tuntutan nilai-nilai agama maupun adat.

Emansipasi dalam islam jelas berbeda dengan emansipasi dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Misalnya, dalam Islam, jilbab adalah anjuran agama yang ditujukan kepada wanita. Sedangkan dalam perspektif feminism, jilbab diartikan sebagai pengekangan seorang wanita. Kewajiban taat seorang istri kepada suami, dalam islam diartikan sebagai anjuran yang diasalkan dari perintah Allah dan rasul. Tetapi tidak demikian dalam perspektif Barat, ketundukan istri kepada suami dianggap sebagai penindasan dari system social patriarchal.
Emansipasi wanita dalam islam juga tidak diartikan sebagai pembatasan secara semena-mena terhadap hak-hak wanita. wanita tetap diperbolehkan bekerja, selama itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Wanita juga tidak dilarang untuk terlibat dalam dunia social, selama hal itu tidak menimbulkan fitnah dan harus menghindari diri dari tata pergaulan yang sudah keluar dari koridor syariat.

Batasan ini tidak hanya dikenakan kepada pihak wanita belaka, melainkan juga pada pihak lelaki. Seorang lelaki harus dituntut untuk bertanggungjawab kepada istri dan anak-anak mereka, melebihi beban yang ditanggung oleh istri. Dalam Islam, seorang istri bertanggungjawab penuh kepada anak. Sedangkan pihak suami, bertanggungjawab penuh kepada pihak istri. Sehingga terjadi keseimbangan antara hak pria dan wanita dalam Islam, yang tidak dapat ditemukan dalam emansipasi oleh kaum feminis.

Kaum feminis biasanya menafikan adanya fakta perbedaan mendasar antara pria dan wanita. bagi mereka, perbedaan gender itu hanyalah konstruksi social belaka. Sedangkan islam memandang bahwa perbedaan gender adalah fitrah dan ketentuan oleh Allah yang mesti diterima oleh setiap manusia. Dan manusia harus lah berjalan atas fitrahnya tersebut. Hak dan kewajiban antara pria dan wanita berbeda, karena mereka punya kodrat yang berbeda. Dari perbedaan kodrat tersebut, maka menimbulkan hak dan kewajiban yang berbeda pula.

Kodrat seorang istri adalah untuk melahirkan, karena secara biologis mereka mmepunyai rahim dan sel-sel kewanitaan yang berfungsi untuk melahirkan dan menyusui. Hal ini tidak mungkin dikerjakan oleh pihak pria. Sedangkan tuntutan untuk bekerja dan bertanggungjawab pada kehidupan mereka dimiliki oleh seorang lelaki. Kita tidak boleh memandang pada zaman sekarang, pada zaman dahulu, kekuatan fisik sangat menentukan penghasilan seseorang, dan hal ini kurang memungkinkan dilakukan oleh kelompok wanita. mereka tak mungkin untuk mengejar buruan dan berperang untuk melindungi keluarganya.

Pengertian qowwam dalam Ar Rijaalu qowwamuuna alan nisa’ tidak boleh diartikan sebagai pihak lelaki harus berlaku semena-mena, tetapi diartikan sebagai tanggungjawab penuh di tangan seorang lelaki. pada zaman modern ini, seorang wanita dapat melakukan pekerjaan mereka atau meniti karir sesuai dengan bidang pendidikan mereka. Tetapi hal tersebut harus lah atas izin suaminya, dan suaminya wajib mempertimbangkan berdasarkan akal sehatnya. Dari sini kita dapat melihat keseimbagnan antara lelaki dan perempuan dalam Islam.