Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing




Mempunyai pasangan dalam Islam hukumnya wajib. Dalam Islam tidak dikenal dengan istilah kehidupan selibat. Karena sunnatullah manusia adalah hidup berpasangan, membentuk keluarga. Berumah tangga itu bagaikan berorganisasi, dengan visi membentuk keluarga sakinah mawadah wa rohmah. Sedangkan misi mereka adalah saling menutupi kekurangan masing-masing, menyembunyikan aib (kesalahan dan kekhilafan) pasangannya di depan umum. Dalam al Qur’an Allah berfirman dalam Surat Al Baqoroh ayat ke 187: “Mereka (kaum perempuan) adalah pakaian buat kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka).

Fungsi pakaian selain untuk menutup aurat adalah untuk berlindung diri dari hawa. Oleh karena itu, mereka harus kompak dan saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Posisi antara suami dan istri adalah berimbang, tetapi sebagaimana ‘organisasi’ kehidupan keluarga harus ada pemimpinnya, yaitu Sang Suami.  Tugas suami layaknya sopir, sedangkan menjadikan keluarga ‘sakinah, mawadah, wa rohmah’ adalah tujuannya.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, dengan apa-apa yang telah Allah sebagian mereka dari sebagian yang lainnya, dan dengan apa-apa yang telah mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). (An-Nisa’ : 34)

Dalam ayat di atas menjelaskan keluarga secara ideal, bahwa lelaki bekerja dan menafkahi keluarganya, sedangkan seorang istri berada di rumah. Bukan berarti wanita tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah, selama mereka mampu menjaga dirinya. Jika penghasilan yang dihasilkan oleh suami lebih rendah, maka hal itu tidak menggugurkan posisi suami sebagai seorang imam keluarga, dan tidak menggugurkan kewajiban seorang istri untuk menaatinya.

Seorang istri berhak menegur suami, jika dirasa selama memimpin bahtera rumah tangga, sang suami bertindak kontraproduktif terhadap tujuan dari rumahtangga itu sendiri. Seperti Imam, ketika melakukan kesalahan, maka si makmum boleh menegur si Imam. Jika dirasa bersalah, maka suami harus menurut kata istrinya. Karena posisi Imam ini bukan posisi tanpa tanggungjawab sama sekali. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh muslim, Nabi bersabda;

“Kullu-kum roo’in wa kullu-kum mas-uulun ‘an roo’iyatihi .. wa ar rajulu roo’in ‘alaa ahli baitihi wa huwa mas-uulun ‘an roo’iyyatihi.

Setiap dari kalian adalah pemimpin dan kamu semua harus bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin. Dan laki-laki adalah pemimpin keluarganya dan dia bertanggungjawab terhadap apa-apa yang dipimpinnya. (Muslim)

Pertanggungjawaban utama seorang suami kepada keluarganya tidak hanya memberi nutrisi untuk kelangsungan hidup, tetapi tanggungjawab lebih pentingnya lagi adalah menyelamatkan diri dan keluarganya dari siksa api neraka, sebagaimana firman Allah “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” (At Tahrim : 6). Sehingga suami harus dapat membimbing istri dan anak-anaknya kepada perbuatan yang terpuji dan diridhai oleh Allah swt. Oleh karena itu, seorang lelaki yang hendak menikah, harus berusaha merubah diri menjadi lebih baik lagi. Dan dalam kehidupan bermasyarakat kita, seorang lelaki yang telah menikah, merubah kebiasaan mereka, dari kebiasaan bergadang sampai dini hari atau menghabiskan waktu bersama teman koleganya, menjadi kebiasaan-kebiasaan yang tidak memboroskan waktu untuk bersenang-senang.

Suami ketika membimbing istri, mestinya dengan cara yang baik, lembut dan tidak dengan kekerasan. Hal ini disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw

Nasehatilah para wanita dengan baik, sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (laki-laki) sebelah kanan, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya, maka seandainya engkau berusaha meluruskannya, niscaya dia akan patah dan kalau engkau biarkan, ia akan tetap bengkok. Nasehatilah para wanita dengan baik.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadits di atas adalah sebuah perumpaan tentang tulang rusuk yang bengkok. Untuk meluruskan tulang rusuk yang bengkok, tidak dengan membiarkan terus menerus, karena akan tetap bengkok. Jika dipaksakan, maka tulang tersebut akan patah. Oleh karena itu, seorang suami harus menasehati dengan cara baik dan lembut, bukan dengan kekerasan atau terkesan sangat memaksa. Gambaran suami yang ideal dalam islam adalah sikap mengayomi, karena hak istri itu adalah mendapatkan perlakuan yang baik dan perlindungan dari suaminya.

Allah berfirman dalam Surat An Nisa’ 19, yaitu wa ‘aasyiruu-hunna bil ma’ruf yang artinya ‘Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik’. Maksud kata ‘ma’ruf’ di sini adalah bertindak dan melakukan dengan selayaknya. Kewajiban suami tidak hanya memberikan ‘uang’ kepada istri, sebagaiman yang banyak dipahami sebagian dari kita. Kata ‘ma’ruf’ dalam ayat di atas adalah memperlakukan istri tidak hanya pada segi materi, melainkan juga dalam hal masalah psikis. Atau dalam bahasa kita adalah ‘membahagiakan’. Sehingga tugas utama dari seorang suami adalah membahagiakan istri. Sabda Nabi;  Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

Tradisi Islam menyebut tujuan dari keluarga dengan istilah ‘keluarga sakinah’. Hal ini merujuk pada pemakaian kata ‘litaskunu’ dalam surat Ar Rum ayat 21

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri (manusia), supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah)kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang(mawaddah wa warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum : 21)

Istilah ‘litaskunu’ artinya ‘agar merasa tentram’, maksudnya adalah Allah menciptakan perjodohan agar manusia merasa tentram. Dari sini lah diambil ism menjadi sakinah. Istri merasa tentram berteduh bagi suami, begitu juga sebaliknya istri menjadi tempat tentram untuk berteduh suami. Hal ini mengingatkan kita pada Ummul Mukminin, Siti Khadijah, yang selama hidupnya menjadi tempat berteduh nabi, baik di awal pernikahan, ketika pertama kali menerima wahyu, sampai pembelaannya yang luar biasa terhadap diri rasul. Sehingga menciptakan ketenangan dan ketentraman adalah kewajiban sekaligus hak, bagi suami istri.

Istilah lainnya untuk menyebut tujuan keluarga adalah mawaddah wa rahmah. Mawaddah menurut Ibn Katsir artinya cinta atau mahabbah. Mahabbah dari kata ‘habba-yuhibbu’ atau setara dengan kata ‘love’ dalam bahasa inggrisnya. Sedangkan kata ‘Rahmah’ berarti kasih sayang, implementasi dari rahmah ini adalah saling melindungi, saling memahami satu sama lainnya, saling membantu, dan seterusnya. Sehingga ada perbedaan antara mawaddah dan rahmah.


Cukup dengan mengamalkan ketiga tujuan dari keluarga ini (sakinah, mawaddah wa rohmah), ditambah mengetahui posisi suami sebagai imam, dan istri sebagai makmum,  maka kita mengetahui bagaimana cara membahagiakan pasangannya.




Berbicara tentang Emansipasi wanita di Indonesia tak lepas dari Raden Adjeng Kartini. Tetapi perlu diingat, bahwa tokoh RA Kartini tidak akan muncul ke Permukaan, jika Abendanon tidak mengumpulkan surat-suarat RA Kartini yang ditujukan kepada teman-teman sejawatnya keturunan Eropa, seperti Stella, Ny. Abendanon, Ovink-Soer, dll. Semua Surat Kartini ini dikumpulkan jadi satu, di bawah judul Door Duisternis Tot Licht, Buku ini pada awalnya gak begitu terkenal, sebelum seorang Pujangga Angkata Balai Pustaka, Arjmin Pane, menerjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbit lah Terang”.

Tidak sepenuhnya pemikiran RA Kartini berkesesuaian dengan pemikiran Feminism barat. Pemikiran Kartini hanya sebatas protes terhadap kedudukan wanita Jawa, dimana pada umumnya mereka selalu diposisikan secara minor. Dalam surat-suratnya, RA Kartini bercerita tentang kenestapaan yang dialaminya sebagai seorang anak wanita dari seorang bangsawan Jawa. Ayahnya adalah Bupati Jepara, yang menikah secara poligami, dan menjadikan ibu kandungnya sebagai istri kesekian, bukan istri utama. Ia punya beberapa saudara laki-laki, dan ia ditempatkan sebagai makhluk kelas dua, dan terpaksa dipingit (diharuskan di dalam rumah) ketika menginjak usia dewasa. Dan siap dijodohkan kepada seorang bangsawan lainnya, bila waktunya tiba.

Surat-surat RA Kartini tersebut diduga ditulis ketika beliau masih remaja, cenderung mencari jati diri dan cenderung labil. Remaja belum menemukan pemikiran ideologis yang relatif konstan, karena mereka ke depannya harus berhadapan dengan realitas (pengalaman kehidupan) yang nyata. Karena pengalaman kehidupan seseorang selalu bergejolak, tergantung pada usia dan pengalaman hidup yang dimilikinya. Begitu juga RA Kartini yang pada akhirnya, menikah juga sebagai istri keempat dari seorang Bupati Rembang.

Perubahan sikap dan Pemikiran RA Kartini sempat ditentang oleh sejawatnya Stella, yang tidak menerima Kartini yang akhirnya mengambil keputusan menjalankan adat, dinikahkan kepada suami yang usianya jauh lebih tua, dan telah mempunyai beberapa istri. Kartini dalam surat-suratnya yang ditujukan kepada Stella, tidak terlihat merasa dilecehkan atau ditindas dengan sistem poligami, sebaliknya malah menyatakan bahwa pernikahan dengan suaminya berjalan secara baik. Hal ini membuatnya berselisih paham dengan Stella. Apa yang dipikirkan oleh Stella berbeda dengan apa yang dialami oleh RA Kartini. Stella mempunya cara pandang sebelumnya, entah karena pengalaman atau karena dari bacaan buku atau pemikiran yang diterima dari pihak lain, punya prejudice terhadap kehidupan poligami RA Kartini.

Perdebatan antara RA Kartini dan Stella dalam surat-menyurat terkait kewajiban seorang istri, menjadi pembeda benar antara emansipasi wanita dan pemikiran feminism. Feminisme berasal dari kata feminus yang berasal dari dua bentuk kata, yaitu fei artinya keyakinan, dan minus; artinya kurang, jika digabungkan menjadi kurang iman. Feminism di Barat muncul karena pertentangan dengan gereja di Barat, dan gereja di Barat waktu itu memperlakukan wanita sebagai manusia kurang iman.

Kemunculan Feminisme ini lahir dari kultur barat, tidak dapat didefinisikan secara konstan, karena feminisme tidak lah muncul secara tiba-tiba seperti saat ini, lengkap dengan berbagai konsepsinya. Pada awalnya, sebagai gerakan protes terhadap penindasan wanita, kemudian berkembang menjadi penuntutan hak yang sama di bidang politik dan ekonomi, kemudian berkembang jadi kritik terhadap lembaga keluarga, mereka pada umumnya menolak posisi wanita saat ini adalah kodrat. Artinya seorang wanita bila perlu menghilangkan kodratnya sebagai ibu rumah tangga, mengandung, melahirkan, menyusui, dekat dengan seorang anak. Perempuan juga punya hak untuk berkarir di luar rumah, termasuk dalam menghilangkan kewajibannya sebagai pengasuh anak. Mereka membela apapun yang dilakukan oleh perempuan, termasuk dalam melacur atau menggugurkan bayi dalam perutnya. Karena kebebasan perempuan lah yang menentukan dirinya sendiri, tidak ditentukan oleh kodratnya.

Kaum feminis punya penafsiran terhadap realitas yang berbeda dengan orang pada umumnya. Mereka pada umumnya berlebihan dalam melihat kehidupan rumah tangga normal, dimana seorang perempuan mengasuh anak yang masih kecil di rumah, sedangkan sang suami pergi mencari nafkah. Dalam penafsiran orang pada umumnya, hal ini sebagai perwujudan pembangunan rumah tangga lewat pembagian kewajiban yang didistribusikan secara berbeda antara suami dan istri, untuk menggapai tujuan rumah tangga. Sedangkan dalam penafsiran kelompok feminis, hal ini berarti penindasan kepada kelompok perempuan atau mereka menyebut dengan kelompok perempuan dikurung di dalam rumah, dan harus tunduk pada aturan (adab) yang diberlakukan kepada mereka. Tak ayal, dalam pemikiran feminism liberal, institusi keluarga selalu sasaran kritik kelompok ini.

Mereka terkadang menafsirkan secara realitas secara sangat radikal, lewat pendekatan biologis, dengan apa yang mereka katakan sebagai gender. Dalam pemikiran gender, mereka tidak menerima dalih-dalih factor ilmiah atau perbedaan biologis antara lelaki dan perempuan, sebagai penentu status mereka, seperti wanita hendaknya hamil, menyusui, dan mengasuh bayi. Menurut mereka, itu bukan terjadi karena factor alamiah, melainkan hasil konstruksi social yang harus dihapus. Feminisme muncul di Barat, sebagai ekspressi penentangan terhadap realitas sosial, yang memberikan privilege kepada pihak lelaki. Di bidang pemikiran keagamaan, mereka juga memunculkan beberapa gerakan, seperti mewacanakan wanita untuk ditahbiskan sebagai seorang pastur, sedangkan dalam pemikiran Islam, mereka menolak keharusan imam sholat dipimpin oleh seorang lelaki, seperti pemikiran Fatimah Mernissi.

Emansipasi wanita sebagaimana diusung oleh kelompok feminisme tersebut jelas berbeda dengan emansipasi wanita dalam islam. Emansipasi wanita oleh kelompok feminism muncul dari sejarah kebudayaan barat, yang berbeda dengan kebudayaan bangsa kita. Feminism di barat muncul dari budaya liberalisme, dimana ukuran benar atau salah tidak tergantung pada nilai-nilai yang diyakini bersumber dari Tuhan, melainkan dari kebebasan dirinya sendiri, atau sering disebut dengan anthroposentrisme. Sedangkan dalam pandangan Islam, segala nilai-nilai bersumber dari Tuhan lewat wahyu yang diturunkan lewat para nabinya. Perbedaan paradigm ini lah yang membedakan antara feminisme dengan islam. Sebagai akibatnya, angka perceraian meningkat di dunia Barat, akibat pemahaman emansipasi wanita yang salah ini.

Menurut laporan Majalah Time berdasarkan sebuah penelitian, dalam rentang tahun 1980 – 1990’an, 1 dari 4 wanita karir dan berlatar pendidikan perguruan tinggi, tidak memiliki anak. Angka tersebut sekarang kemungkinan besar bertambah. Dunia Barat juga dihadapkan dengan menurunnya angka kelahiran bayi mereka, kondisi berbalik dengan apa yang terjadi di Negara-negara berkembang.

Pemikiran Feminisme terhadap emansipasi wanita, berbeda dengan pemikiran emansipasi wanita dalam Islam. Emansipasi wanita menurut ajaran agama Islam tidak bersumber pada kebebasan bertindak atau berekspressi. Dalam Islam, emansipasi wanita diarahkan untuk memenuhi kewajiban ilahiyah. Respon wanita terhadap ketidakadilan yang dialami oleh wanita, harus dibatasi apakah kebebasan wanita tersebut sesuai atau tidak dengan ketentuan dalam islam.

Islam mengatur kedudukan wanita lewat beberapa fungsi berdasarkan kodratnya. Yang pertama, adalah sebagai ibu. Wanita diperbolehkan bekerja di luar rumah, dengan ketentuan tidak melalaikan tugasnya sebagai seorang ibu dari anak-anaknya. Ia juga dituntut untuk melahirkan generasi-generasi berikutnya. Ibu adalah wali utama dari anaknya, karena di bawah kaki dan ridhanya lah terletak semua ridha Allah. Dalam Surat Luqman ayat 14 dijelaskan;

Dan Kami wasiatkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada Ku , hanya kepada Kulah kembalimu." (Luqman 14)

Peran kedua, bagi seorang wanita adalah sebagai seorang istri dari suaminya. Dalam Islam, ketaatan seorang anak kepada ibunya, dan ketaatan seorang istri kepada suaminya. Seorang wanita dapat beraktivitas apapun, selama hal itu atas izin dari suaminya, sebagai Imam keluarga. Tetapi wanita boleh memprotes kepemimpinan suaminya, jika dirasa suaminya bertindak berdasarkan hawa nafsunya dan bertentangan dengan nilai keislaman, atau bertentangan dengan visi keluarga. Dalam visi Keluarga, seorang suami harus memenuhi kebutuhan lahir dan batin sang istri. Keseimbangan dalam keluarga ini lah yang jadi ciri khas ajaran Islam, yang tidak ditemukan dalam pemikiran feminisme liberal.

Seorang anak wanita yang belum mendapatkan pasangan, meletakkan kewalian mereka di bawah pengasuhan orang tua. Antara anak lelaki dan anak perempuan, mereka punya posisi yang sama, meski hak dan kewajiban yang dimiliki oleh keduanya berbeda. seorang anak perempuan juga diperbolehkan untuk keluar rumahnya, selama diizinkan oleh walinya. Allah SWT berfirman : " Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereke menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya."(At Taubah 71). Dalam sejarah, ditemukan banyak sahabat wanita yang punya aktivitas dakwah, seperti Ummu Athiyah, Ummu Imarah, Ummu Yasir (Sumayyah), bahkan Aisyah binti Abu Bakr, memimpin perang Jamal.

Aktivitas di luar rumah tersebut dibatasi dengan batasan syara’, dan hal ini juga berlaku atas diri kaum lelaki. Mereka diutamakan untuk berkumpul dengan sesame perempuan, atau diutamakan pula bersama muhrimnya. Tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat seperti minum khamr, berzina, berduaan dengan seorang lelaki bukan mahram, dan seterusnya.

Apa yang dilakukan oleh RA Kartini, adalah representasi dari emansipasi wanita yang sesuai dengan ajaran Islam dan nilai kebangsaan. RA Kartini seorang yang bersedia menikah (walaupun dengan sistem poligami), beraktivitas dengan izin suaminya, bahkan melahirkan seorang anaknya, (beliau meninggal sesudah melahirkan).




RA Kartini adalah satu-satunya wanita yang hari kelahirannya diperingati di seluruh penjuru. Beliau adalah tokoh emansipasi wanita ternama di Indonesia. Meski bukan yang pertama dan terbesar, tetapi RA Kartini dapat dikatakan sebagai representasi pemikiran dari wanita terpelajar.

RA Kartini  lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. RA Kartini adalah anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara. Sebagaimana kebiasaan masa lampau bangsawan Jawa, seorang bangsawan memiliki banyak istri. Di antara banyak istri tersebut, seorang suami menunjuk salah seorangnya sebagai ‘istri utama’nya. begitu juga dengan ayah Kartini. Ibunya adalah istri pertama, tetapi bukan lah ‘istri utama’.

Gelar bangsawan ‘Raden Adjeng’ didapat dari darah ayahnya. Gelar tersebut menunjukkan bahwa ia memiliki trah (darah) kraton, yaitu Hamengkubuwono VI, Raja Mataram Yogyakarta yang berkuasa antara tahun 1855 – 1877. Sedangkan ibunya, Ngasirah, berasal dari kalangan Santri. Makanya, meski menyandang sebagai istri pertama, ia bukan lah istri utama. Pada masa lampau, dalam sistem hokum feudal belanda, seorang bangsawan memiliki banyak selir, dengan seorang istri (atau permaisuri).

Zaman tersebut hokum Belanda mengharuskan seorang bangsawan beristrikan seorang bangsawan. Kartini bukan lah jenis pahlawan yang berada di tengah kelompok tertindas, lalu membela mereka lewat perjuangan fisik, sebagaimana pahlawan lainnya. Meski demikian ia berperan besar lewat tulisan-tulisannya. Pemikiran seorang wanita di masa ketika sistem stratifikasi social dijalankan secara ketat. 

Kartini beruntung berada dibesarkan di tengah keluarga bangsawan, dengan mendapat fasilitas yang tidak dapat diakses oleh rakyat kebanyakan. Sehingga Kartini mempunyai pendidikan yang bagus, dan dapat berbahasa asing dengan baik, karena interaksinya yang intens dengan pejabat-pejabat Belanda. Dalam situasi keadaan social demikian, pemikiran dalam tulisan RA Kartini berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama kaum wanitanya.

Sebagaimana anak kaum bangsawan lainnya, Kartini mendapatkan kesempatan belajar di sekolah yang orang Eropa yaitu di ELD (Europese Lagere School) untuk pendidikan dasarnya. Tetapi sebagaimana wanita lainnya, ia harus dipingit (harus tinggal di rumah) ketika usia 12 tahun. Meski dipingit bukan berarti ia tidak memperoleh pendidikan, mengingat keluarga bangsawan dulu dapat mengoleksi buku, Koran atau majalah buatan Eropa. Penguasaan bahasa penjajah adalah kelaziman di era bangsawan pada zaman dulu, karena interaksi antar keluarga bangsawan dan keluarga relative tinggi. Dari sini lah ia dapat belajar sendiri, selain dapat mempelajari tata krama keluarga bangsawan juga dapat menguasai literature eropa

Bacaan kartini seperti De Locomotief, sebuah majalah berbahasa belanda yang diiedarkan oleh penerbitnya kepada pelanggannya, yang umumnya orang Eropa atau bangsawan pribumi. Kartini juga membaca bacaan di bidang kultur dan ilmu pengetahuan, seperti De Hollandsche Lelie. Pada usia belasan tahun ia sudah kontribusi tulisan di majalah ini. Beberapa buku politik seperti Max Havelar karangan Multatuli, dan tulisan yang berkaitan dengan feminism juga i abaca, seperti buku The Romantic Feminis karangan Geokoop de Jong Van Eek, semua buku tersebut ditulis dalam bahasa Belanda.

Pada masa-masa ini diyakini sebagai masa-masa RA Kartini rajin berkorespondensi atau saling berkirim surat dengan wanita-wanita Eropa. Pemikiran RA Kartini tidak hanya emansipasi wanita, tetapi juga perjuangan wanita untuk mendapat hak kebebasan mereka dalam bersuara. Pemikiran RA Kartini menitikberatkan pada otonomi wanita, kebebasan bersuara, dan persamaan hokum, serta pemberian kesempatan yang lebih besar kepada wanita untuk berperan.

Meski wanita yang sangat terpelajar (apalagi untuk ukuran waktu itu), Kartini dinikahkan oleh orangtuanya kepada Joyodiningrat, Bupati Rembang, yang berusia jauh lebih tua dan sudah mempunyai tiga orang istri. Kartini menikah di usia 24 tahun, yaitu pada tanggal 12 November 1903. Pernikahan ini ‘membawa hikmah’ bagi kartini, karena dengan pernikahan tersebut, suami RA Kartini, Joyodiningrat, memahami pola Kartini, dan menyetujui untuk mendirikan sekolah khusus wanita, di teras bagian Timur kantor Bupati Rembang. Pernikahan ini sendiri berjalan kurang dari setahun, karena Kartini meninggal pada tanggal 17 September 1904. Atau hanya selisih 4 hari, dari kelahiran putra satu-satunya. Kartini meninggal di usia 25 tahun, dan dimakamkan di Desa Bulu, Rembang. 

Usia Kartini yang relative sangat pendek ini tidak memungkinkan ia berperan langsung secara lebih besar. Pengaruh RA Kartini berasal dari kumpulan tulisan-tulisan yang dikumpulkan oleh Abendanon. Seorang menteri Budaya, Agama dan Industri dan Hindia Timur. Abendanon mengumpulkan surat-surat yang dikirimkan RA Kartini kepada teman-temannya, dan dibuat buku di bawah judul Door Duisternis tot Licht, atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Habis Gelap Terbit lah Terang”. Tulisan ini mendapat perhatian luas di kalangan feminis Eropa. Setidaknya mereka mulai merubah imej mereka terhadap wanita Jawa Asli di Jawa. Seorang wanita Jawa yang diimejkan selalu berada di bawah baying-bayang suaminya, mampu menginspirasi emansipasi wanita.

Di luar perdebatan apakah benar buku yang dikumpulkan oleh Abendanon itu benar-benar ditulis oleh RA Kartini atau tidak, buku tersebut menginspirasi peranakan Eropa di awal Abad ini mendirikan beberapa yayasan, seperti pendirian Sekolah “Kartini” di Semarang pada tahun 1912, lalu diikuti dengan pendirian sekolah wanita di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, serta daerah-daerah lainnya. Nama RA Kartini semakin dikenal, setelah Soekarno menetapkan tanggal 21 April sebagai ‘Hari Kartini’ pada tahun 1964.



In the name of God (Allah), the Most Gracious, the Most Merciful.  

This article begins in the same way Muslims begin with many undertakings.  Before commencing even the most mundane tasks of life, eating, drinking, dressing, or bathing, a Muslim will turn his efforts into worship by mentioning the name of God.  He (God) is the Most Gracious and the Most Merciful, His mercy encompasses all things, and is the source of all the compassion and mercy that exist.  God says to us in the Quran, “My Mercy embraces all things...” (Quran 7:156)

 ------------------

Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Artikel ini dimulai Dengan cara yang sama muslim memulai banyaknya aktivitas (yang dilakukannya). Sebelum memulai (sesuatu), bahkan dari pekerjaan paling biasa dalam kehidupan seseorang, (seperti) makan, minum, berpakaian, atau mandi, seorang muslim akan mengubah usahanya menjadi peribadatan, Dia (Tuhan) adalah Maha pemurah lagi Maha Penyayang, kasihnya meliputi segala sesuatu, dan sumber dari segala semua kasih dan kemurahan yang ada. Tuhan berfirman kepada kita dalam al Qur'an "Kasihku mencakup segala sesuatu " (al Qur'an Al A'raf : 156)

--------------------

 From the sayings of Prophet Muhammad, we know that when God decreed the creation He said, “…and My Mercy overcomes My Wrath.” ( Saheeh Bukhari and Muslim) What exactly is mercy?  The dictionary defines it as disposition to be kind and forgiving, and the feeling that motivates compassion.[1]  The Arabic term for mercy is rahmah and two of the most important names of God derive from this root word.  Ar Rahman ( the Most Gracious) and Ar Raheem – (the Most Merciful).  The Mercy of God is that ethereal quality that embodies gentleness, piety, care, consideration, love and forgiveness.  When these qualities are observable in this world, they are a mere reflection of God’s mercy towards his creation. 

---------------------

Dari Sabda Nabi Muhammad, kita tahu bahwa ketika Allah menetapkan penciptaan Dia berkata, "... dan rasa kasihKU mengatasi kemurkaan-KU." (Shahih Bukhari dan Muslim) . Apa sebenarnya 'rahmat' itu?  (Menurut) kamus mendefinisikan sebagai 'watak untuk bersikap baik dan pemaaf, dan perasaan yang memotivasi untuk berkasih sayang. Istilah bahasa Arab untuk istilah 'Kasih' adalah 'Rahmah'. Dan dua istilah yang paling penting dari akar kata ini, Ar Rohman (Maha Pemurah) dan Ar Rahim (Maha Penyayang).  Rahmat Allah adalah sifat halus yang dapat mewujudkan kelembutan, kesalehan, pemeliharaan, pertimbangan, cinta dan pengampunan. sifat-sifat ini ini dapat teramati di dunia ini, karena sifat-sifat tersebut tidak lebih dari refleksi cinta kasih Allah kepada makhluknya.

------------------------------


Prophet Muhammad explained the quality of mercy to his companions, telling them God has one hundred parts of mercy, and has sent down one part to be shared amongst the creation.  This is why people are compassionate and kind towards one another and wild animals treat their offspring with gentleness.  However, God withheld the other 99 parts to be bestowed upon the believers on the Day of Judgement. (Saheeh Muslim)

---------------

Nabi Muhammad menjelaskan tentang kualitas kasih sayang Allah kepada para sahabatnya, mengatakan kepada mereka bahwa Allah memiliki seratus bagian dari rahmatNya, dan telah menurunkan satu bagiannya untuk dibagikan ke seluruh ciptaannya. Inilah sebabnya kenapa banyak orang berkasihsayang dan berbuat baik kepada orang lain. Dan Hewan liar pun dapat dapat memperlakukan anak mereka dengan kelembutan. Namun, Allah menahan 99 bagian rahmat lainnya, yang akan diberikan kepada orang-orang yang beriman pada hari kiamat (Shahih Muslim).


----------------
All of creation shows love and compassion towards one another with just this one portion of mercy.  Humans give willingly to the poor and needy, families support and love one another, and animals protect their young.  Mercy and compassion generally take into account the need to alleviate suffering and to spread kindness and joy.  Even though this world sometimes appears to be a dark and gloomy place, the Mercy of God can be seen and felt by those who ponder and reflect.  The rain falls, the sun shines, a child reaches for her father’s hand and the kitten snuggles into the protective warmth of its mother.  God’s mercy is strong and visible all around us, yet on the Day of Judgement He will complete this mercy by adding the final 99 parts and bestowing mercy, love and compassion upon those believers who did righteous deeds and tried to please God in all their affairs.  This concept is awe inspiring; the mercy of God knows no bounds.

----------------------------

Semua ciptaan menunjukkan cinta dan kasih sayang terhadap satu sama lainnya, hanya dengan salah satu bagian dari Rahmat Allah. Manusia memberi dengan rasa ikhlas kepada orang miskin dan membutuhkan, dukungan keluarga dan saling mencintai. Dan Hewan melindungi anak mereka. Kasih dan ayang pada umumnya memperhitungkan kebutuhan untuk meringankan penderitaan dan menyebarkan kebaikan dan kebahagiaan. Meskipun kadang-kadang dunia ini tampaknya menjadi tempat yang gelap dan suram, tetapi Rahmat Allah dapat dilihat dan dirasakan bagi orang yang merenung dan merefleksikan. Hujan yang turun, matahari yang bersinar, seorang anak yang meraih tangan ayahnya, serta anak kucing yang merapat ke hangatnya perlindungan induknya. Rahmat Allah terasa kuat dan dapat terlihat di sekitar kita, namun di Hari Kiamat, Allah akan menyempurnakan RahmatNya dengan menambah 99 bagian terakhir dan menganugerahkan rahmat, cinta, dan kasih sayang kepada orang-orang yang beriman yang melakukan amal saleh, orang yang berusaha mencari ridha Allah dalam segala urusan. Konsep ini adalah inspirasi kekaguman; Kemurahan Allah tidak mengenal batas.
- -