Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» » Ajaran Islam dalam Pendidikan si Anak
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama






 Pada zaman jahiliyyah, anak hanya dianggap sebagai ‘investasi’ masa depan, terutama jika anak tersebut adalah anak lelaki. Sebaliknya, jika anak perempuan, maka hanya dianggap sampah. Anak dihadirkan, sebagai amanah yang diberikan langsung dari Allah, sehingga apapun jenisnya anak, seseorang itu meski menerimanya, entah itu lelaki, perempuan bahkan cacat sekalipun. Karena bagaimanapun juga, yang menentukan apa jadinya si anak tersebut adalah Allah semata.
Dalam Surat Asy Syura 49-50, Allah berfirman;

“Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan perempuan kepada siapa yang Dia Kehendaki, dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia Kehendaki, atau dia anugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan kepada siapa yang dikehendakinya. Dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

 Ayat tersebut turun untuk mencela perilaku orang jahiliyah yang merendahkan derajat sebagian anak-anak, (yakni anak perempuan). Ayat tersebut menggambarkan, bagaimanapun juga keadaan perihal keturunan, adalah murni ketentuan Allah, sehingga secara implisit menekankan sikap yang adil, baik itu terhadap anak lelaki maupun anak perempuan. 

Peran orangtua terhadap anak-anaknya sangat penting dalam mendidik anak dan membentuk karakternya untuk menentukan masa depan si anak. Sebagaimana dalam Sahih Bukhari, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Hadits ini menekankan bahwa pendidikan yang diberikan orangtua kepada anaknya sangat berperan penting. Baik itu berperan secara positif maupun berperan secara negatif. Dalam Islam, seorang anak itu suci dari dosa, tetapi tergantung bagaimana orangtua mendidiknya. Apakah mereka akan tetap menjaga kefitrahan seorang anak, dengan membimbingnya dengan baik, ataukah memberikan contoh-contoh yang buruk, sehingga si anak mengikuti kelakuan orangtuanya.

Perhatian Islam terhadap anak adalah sangat besar, bahkan dalam Islam, seorang calon ayah dianjurkan untuk memilih calon ibu bagi anaknya dipilih berdasarkan kualitas. Karena mereka lah kelak yang akan menurunkan gen dan gemblengan bagi si anak. 

Konsep islam dalam membahagiakan anak itu memang berbeda dengan cara umumnya. Si anak dibiarkan untuk bergembira, tanpa ditanamkan nilai-nilai. Dalam konsep pendidikan anak Barat, Seorang anak dibiarkan menikmati dunianya, ketika remaja dibebaskan pergaulannya, ketika dewasa mereka bebas menentukan pilihannya bagaimana sikap etika yang mereka ambil bebas dari batasan-batasan yagn diberikan oleh kepada mereka. Dalam Islam, orangtua punya tanggungjawab untuk mengarahkan anak pada tindakan yang selaras dengan agama Islam. Sehingga pendidikan agama sangat penting diajarkan sejak usia dini. Misalnya, dengan mengajak mereka pergi ke masjid bersama-sama.

. Cara membahagiakan si anak bukan lah dengan membiarkan mereka terus menerus bermain, atau menuruti apapun keinginan mereka. Seorang anak yang dibesarkan dalam kemanjaan, ia tidak akan mandiri dan disiplin. artinya, orangtua jangan lah terlena untuk selalu memanjakan si anak. Mereka harus digembleng pengabdian kepada Allah, sejak masa kecilnya. Dalam ayat al Qur’an disebutkan “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Orangtua mencintai anak dan istrinya sangat penting, tetapi jangan sampai jatuh pada romantisisme. Yaitu menempatkan perasaan cinta pada hal paling utama dan melebihi apapun, termasuk kecintaan kepada Allah. Hanya karena seorang suami cinta kepada anak dan istrinya, dia membiarkan apapun yang dilakukan anak dan istrinya, termasuk dalam melanggar perintah Allah, dan menganggap rendah pendidikan (tarbiyah) yang diberikan suami kepada istri dan anak-anaknya. Hal ini seringkali terjadi, dimana ketaatan seorang suami kepada Allah, harus dikorbankan demi menyenangkan anak-anaknya (atau istrinya). Dalam hal ini, Allah telah mewanti-wanti;

Hai Orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hati lah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi, atau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (At Taghabuun: 14).

Pemahaman di atas, bukan berarti orangtua mendidik dengan cara otoriter dan ‘semau gue’. Orangtua harus memperhatikan rambu-rambu. Pendidikan kepada si anak, harus dilandasi dengan sikap kasih sayang orangtua kepada anak, ikhlas karena Allah semata. Sikap penanaman disiplin tanpa disertai sikap mahabbah (perasaan cinta), hanya menghasilkan pola militeristik tak logis. 

Seorang ayah tak boleh bersikap keras kepada si anak atau mengujinya dengan ujian yang sangat memberatkan si anak. Si ayah membentak-bentak si anak hanya karena si anak tidak mencium tangannya, atau menyediakan minuman baginya. Fithrah orangtua adalah sebagai pengayom kepada anak-anaknya. Cara pendidikan terbaik adalah memberikan keteladanan bagi si anak, sehingga proses edukasi terhadap si anak, harus dimulai terlebih dahulu dimulai dari edukasi terhadap dirinya sendiri, terutama proses pendidikan keagamaannya.

Pendidikan keagamaan sangat penting diberikan kepada si anak. Karena jika terlambat diberikan, maka kelak akan sulit memberikan ketika sudah dewasa. Padahal sudah menjadi hak anak untuk diberikan pengajaran agama sedari dini oleh orangtuanya, sebagaimana sabda Rasul “Hak anak yang harus dituanikan oleh orangtuanya meliputi 3 hal; memilihkan nama yang baik ketika baru lahir, mengajarkan al Qur’an ketika mulai bisa berfikir, dan menikahkan ketika mulai dewasa (HR Ahmad).

Proses pendidikan di atas tidak lah kaku, orangtua perlu memberikan hadiah, kesenangan, kemanjaan, asal tidak melalaikan tugasnya dalam hal mendidik si anak untuk mengenal Allah dan nilai-nilai Islam. Karena menunjukkan Rasa kasih sayang orangtua kepada si anak, dapat mendatangkan kaffarah bagi orangtua, terhadap kesalahan dan dosa-dosa yang telah ia lakukan.

 Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang lelaki mendatangi Rasulullah, berharap rasul memohonkan ampunan kepada Allah terhadap dosa yang telah ia lakukan. Ketika rasulullah bertanya kepada orang tersebut, ia mengaku malu menyebut perbuatannya di depan rasul. Maka rasul pun berkata; “mengapa engkau malu mengatakan kepadaku tentang maksiat yang telah kau lakukan, sementara engkau tidak merasa malu kepada Allah ketika melakukannya. Padahal Allah Maha Mengetahui atas Segala Sesuatu”. Mendengar ucapan Rasulullah, lelaki itu keluar dan hatinya diliputi perasaan sedih dan putus asa. 

Lalu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah, dan berkata , “Hai Muhammad, mengapa engkau membuat seseorang yang berdosa berputus asa. Padahal dia memiliki amal yang dapat menghapus dosa, sekalipun maksiat yang dilakukannya sangat berat”. Lalu rasul bertanya tentang amal apa yang telah dilakukan orang tersebut hingga dapat menghapus dosanya. 

Jibril menjawab, “Dia memiliki anak yang masih kecil. Setiap kali dia pulang ke rumah, langsung menemui anaknya dan memberikan sesuatu kepadanya, hingga anak itu merasa gembira. Yang demikian itu adalah penebus dosa yang mahal harganya.”

Inilah ajaran Islam terhadap anak, di satu sisi orangtua tertuntut untuk mendidik dirinya sendiri, memberikan hak-hak si anak, seperti memberi nama, aqiqah, mengajarkan al Qur’an, menyuruh sholat, di sisi lainnya orangtua harus memperlihatkan rasa kasih sayangnya kepada anak,  mengajarkan anak untuk bertanggungjawab dan menyediakan bekal ketika anak kelak menjadi dewasa.

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply