Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

» » Sejarah Nabi Musa as Melawan Firaun
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama





Nabi Musa as merupakan salah satu dari banyak rasul Allah yang diutus kepada Bangsa Israel. Permulaan bangsa Israel tumbuh dari sebuah keluarga Ya’qub, yang beranak-pinak di Mesir hingga banyak, dari masa Yususf as, hingga zaman Nabi Musa as. Tetapi berbeda pada awal mula pertama kali mereka di Mesir, yakni di masa Yusuf as, mereka mendapatkan kehidupan yang layak. Tetapi pada masa sebelum dibangkitkannya Nabi Musa, keadaan bangsa Israil tertindas oleh bangsa Mesir, sebagian besar dari mereka hidup sebagai budak.

Zaman tersebut Mesir diperintah oleh Fir’aun, sebagai penguasa tertinggi, tidak hanya berkuasa dalam wilayah kekuasaan material belaka, melainkan juga sebagai tampuk tertinggi kepercayaan.  Perintah Fir’aun adalah perintah tertinggi, dan rakyat diperintahkan secara lalim. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan mesir. Meski piramida dan Spink disebut sebagai salah satu keajaiban bangunan di dunia, tetapi hal ini menyisakan pertanyaan, seberapa banyak rakyat mesir termasuk dari Bani Israil yang menderita, karena dipaksa membuat bangunan yg sangat besar tersebut.

Surat al Qashash ayat 4 memperlihatkan bagaimana kezaliman Fir’aun terhadap orang-orang dari Bani Israil di  Mesir waktu itu;

Sungguh, Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi (Mesir) dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka, dia menyembelih anak laki-laki mereka[6] dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir'aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan

Ayat di atas menggambarkan bahwa Fir’aun membunuh anak lelaki mereka dengan disembelih, karena khawatir jumlah Bani Israil (anak keturunan Nabi Ya’qub) akan semakin berkembang dan menguasai kerajaan.  Pada saat ini lah, Allah akan mengirimkan bagi Bani Israil seorang yang kelak akan menjadi pemimpin mereka, yakni Nabi Musa as. 
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), (al Qashash ayat 5)

Kebenaran akan ada seorang pemimpin kelompok Bani Israil tersebut, juga telah diramalkan oleh para dukun-dukun Istana Fir’aun. Mereka meramalkan bahwa akan lahir bayi dari Bani Israil yang akan menjadi sebab kehancuran Fir’aun waktu itu (menurut sejarawan bernama Ramses II). Karena kekhawatiran terbesar Fir’aun adalah kebangkitan Bani Israil, yang semakin lama semakin meningkat jumlahnya, dengan keyakinan yang berbeda dengan keyakinan yang dianut oleh bangsa Mesir. Hal ini secara politik, menakutkan bagi penguasa (Fir;aun) waktu itu.
Kekhawatiran tersebut dapat dilihat dari al Qashash ayat ke 6, sebagaimana berikut ini;


Dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta bala tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka.

Masa terjadinya pembunuhan terhadap anak-anak lelaki dari bani Israil tersebut, membuat keluarga Musa cemas. Dalam kondisi ini lah, Allah memerintahkan mereka untuk menghanyutkan Nabi Musa, waktu itu masih bayi, ke Sungai Nil, sebuah sungai sangat luas (lebar), yang melewati pusat pemerintahan firaun. 

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) rasul. (al Qashash; 7)
 
Anak bayi yang dihanyutkan dalam peti tersebut dilihat oleh para abdi kerajaan Firaun, lalu diserahkan ke pihak istana. Istri Fir’aun, sebagai seorang wanita, tersentuh hatinya, karena selain merasa kasihan bayi tersebut dilihatnya sangat menggemaskan, sehingga ia melarang para abdinya untuk membunuhnya. Karena mereka tahu, bahwa secara fisik, bayi tersebut adalah bayi keturunan Bani Israil yang berbeda dengan kondisi fisik dengan mereka. 

Dan istri Fir'aun berkata, "(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak[22],” sedang mereka tidak menyadari (al Qashash ; 9)

Kondisi terbalik dengan keadaan Ibunda Nabi Musa. Setelah menghanyutkan Nabi Musa, hatinya merasa kosong, tetapi pada akhirnya ia mengetahui bahwa anaknya, sudah dipungut oleh pihak istana dan dijadikan sebagai anak angkat mereka. Tetapi, ibu Nabi Musa merahasiakannya, karena takut jika rahasia terbongkar, maka pihak keluarganya akan terjepit. Di sisi lainnya, naluri seorang ibu, mengatakan bahwa ia harus terus menerus mengawasi anaknya, maka ia menyuruh, anak perempuannya (kakak Nabi Musa) untuk terus mengawasi dari kejauhan perkembangan adiknya. 

Dan dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, "Ikutilah dia (Musa)." Maka kelihatan olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya (al Qashash: 11)
Pada akhirnya, sang anak (Nabi Musa) kembali lagi ke pangkuan ibunya, meski dengan identitas sebagai ibu kandungnya tak ia bongkar. 

. Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya – al Qashash: 13

Kisah dikembalikannya Nabi Musa kepada ibu kandungnya tidak lah terjadi begitu saja. Ketika saudarinya melihat adiknya, maka ia berkata kepada para abdi Fir’aun yang tengah merawatnya; , “Maukah kamu aku tunjukkan keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?". Maka saudarinya pun mengarahkannya untuk dirawat oleh ibu kandungnya sendiri, yakni ibu kandung dari si anak tadi. Ketika dalam masa pemeliharaan ibunya, istri Fir’aun sering mengirim upah disamping nafkah dan pemberian-pemberian lainnya kepada ibunda Nabi Musa as. 

Penyusuan dari ibu kandungnya selesai, maka Musa dikembalikan ke pihak istana. Dengan kebutuhan gizi dan pendidikan terpenuhi, maka Musa tumbuh dewasa dan sempurna akalnya (kecerdasan), dianugerahi pula kesalehan dan wawasan pengetahuan. Dari basis ini lah modal kepemimpinannya mulai terbentuk. Kepemimpinannya atas kaumnya, diawali dari sebuah moment, yaitu;

Ketika Nabi Musa masuk ke keramaian kota di luar istana, ia mendapati dua orang berkelahi, yang seorang dari bani Israil dan seorang lagi dari kaum fir’aun (bangsa mesir). Orang yang dari bani Israil meminta pertolongan kepadanya. Lalu terjadilah perkelahian antara musa dan golongan fir’aun tersebut, yang membuat orang tersebut tewas. Setelah kejadian, Nabi Musa merasa kecewa, sedih, dan merasa bersalah.  Beliau berjanji tidak akan menolong seorang pun di atas maksiat atau tidak akan menolong orang yang bersalah. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang diberikan menghendaki agar seorang hamba mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Dia (Musa) berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dia (Musa) berkata, "Ya Tuhanku, oleh karena nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku maka aku tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.”
(al Qashash : 16-17)

Orang dari Bani Israil yang kemarin meminta pertolongan darinya, tiba-tiba berteriak meminta pertolognan kembali kepadanya. Kemudian Nabi Musa menghardiknya dan marah terhadapnya, karena menganggap orang tersebut seperti mempermainkannya. Ketika Nabi Musa hendak memukulnya, maka orang tersebut berkata; 

"Wahai Musa! Apakah engkau bermaksud membunuhku, sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang? Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan engkau tidak bermaksud menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian”(al Qashash: 19)  

Maka berita pembunuhan terhadap orang Qibti oleh seorang dari Bani Israil ini tersebar, hingga menyebabkan para pembesar di negeri Mesir berunding untuk memberi hukuman apa yang setimpal kepada Musa terhadap apa yang sudah dilakukannya. Ketika Nabi Musa diberitahu, maka keluarlah ia dari dalam kota tersebut, lalu menuju Madyan. 

Sesampainya di Negeri Madyan, ia menjumpai sekumpulan orang yang memberikan makanan ternak. Diantara rombongan pemberi minum ternak, terdapat dua orang perempuan, yang menunggu para penggembala lainnya memulangkan ternak. Mereka terpaksa menggembalakan ternak, karena ayahnya seorang yang sangat lanjut usia. Maka Nabi Musa memberikan pertolongan kepada keduanya, dan mengantarkan pulang ke rumahnya.

Ayah kedua perempuan tersebut mengetahui bahwa kedua anak perempuannya ditolong oleh seorang pemuda, lantas mengundang si pemuda (Nabi Musa) untuk datang kepadanya, dan menceritakan ihwal perjalanannya dari kota Memphis sampai bertemu kedua anak perempuannya tersebut. Salah seorang anak perempuan tersebut mengusulkan bahwa Nabi Musa hendaknya dijadikan pekerja, karena ia orang yang kuat dan dirasa dapat dipercaya. 

Ayah kedua perempuan tersebut (banyak dari para mufassirin yang menyebut  nama dari kedua perempuan tersebut adalah Nabi Syu’aib), berfikir lain. Ia hendak menikahkan salah seorang dari dua anak perempuannya kepada Nabi Musa, dengan ketentuan Musa bekerja padanya selama 8 tahun atau lebih. Maka Nabi Musa pun menyanggupinya. 

Setelah masa pengabdian kepada mertuanya selesai, yakni selama sekitar 10 tahun, Nabi Musa pulang ke Mesir dan menerima wahyu Allah. Ketika dalam perjalanan meunu mesir, ia dan keluarganya melihat api di lereng gunung. Nabi musa segera menuju kesana, hendak mengambil api, untuk kebutuhan menghangatkan badan. Ketika akan sampai ke tempat api, ia mendengar suara dari sebelah lembah, yang memerintahkan Musa untuk melemparkan tongkatnya. Ketika Nabi Musa melemparkannya, berubahlah ia menjadi ular. Dan itu lah yang kelak akan menjadi Mukjizat Nabi Musa. 

Ketika itu Nabi Musa diangkat oleh Allah menjadi rasulnya, untuk menemui Fir’aun. Lalu Musa meminta kepada Allah untuk diperbantukan oleh Harun, saudaranya. Karena ia lebih pintar dalam berbicarara, maka Allah menyanggupinya, bahwa Nabi Harun akan menyertainya dan meneguhkannya. Ketika Musa dan Harun sudah bersama, Allah berfirman kepada keduanya;

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)

Mendengar seruan dari Nabi Musa as, Fir’aun dan bala tentaranya berlaku sombong. Fir’aun berkata kepada kaumnya;

Wahai para pembesar kaumku! Aku tdiak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkan lah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa ia adalah termasuk orang pendusta” (al Qoshosh; 38)

Kemudian dalam Surat Thaha ayat 45-55, al Qur’an menjelaskan percakapan antara Nabi Musa dengan Fir’aun secara lebih detail. Musa bercerita tentang Allah, rahmat yang diberikan kepada makhluk-makhluknya, tentang kewajiban makhluk terhadapnya, siksaan yang akan diberikan bagi orang yang membangkangnya, menceritakan tentang kaum-kaum terdahulu. 

Nabi Musa datang kembali ke istana Fir’aun pada hari yang disepakati, yaitu pada hari raya dan waktu dhuha. Fir’aun beserta para dukunnya mengatur tipu daya. Para dukun berbisik kepada Fir’aun, bahwa kedua orang di hadapannya (Musa dan Harun) adalah dua orang yang akan mengusir Fir’aun dari negerinya sendiri. Kemudian mereka menantang musa untuk adu kekuatan dengan sihir yang mereka miliki. Tiba-tiba tongkat mereka menjadi ular. Lalu, nabi Musa melemparkan tongkat miliknya, yang kmudian menjadi ular, dan memakan ular-ular dari tongkat para dukun fir’aun. 

Nabi Musa kembali kepada kaumnya, Bani Israil, kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa untuk membawa mereka di pinggir laut. 

“Pergilah bersama hamba-hambaku (Bani Israil) pada malam hari, dan pukul lah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu. Engkau tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir akan tenggelam” ((Thaha: 77)

Kemudian tentara-tentara Fir’aun mengejar mereka, tetapi mereka terguung ombak laut yang menenggelamkan mereka.

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply