Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing






Seranngan Oemoem 1 Maret sebagaimana nam nya terjadi pada tanggal 1 Maret tahun 1949, di Yogyakarta. Serangan ini punya makna yang sangat dalam bagi berlangsung nya Republik Indonesia. Sebagaiman diketahui setelah terjadi Agresi Militer yang dilakukan oleh Belanda, dan para pemimpn bangsa ditangkap dan dibuang oleh pihak Belanda, nyaris pemerintahan Indonesia dianggap dunia internasional sudah tidak ada. Serangan ini untuk membuktikan di dunia internasional, bahwa Negara Indonesia juga masih eksis, memiliki kesatuan tentara dan rakyat yang berjuang demi bangsa nya. Salah satu pemimpin dari serangan ini adalah Soeharto, yang kemudian kita kenal sebagai Presiden Republik Indonesia yang kedua, setelah Presiden Soekarno.
Usaha Kemerdekaan Indonesia tidak pernah lepas dari perjuangan Ummat Islam. Organisasi yang dikenal kritis sejak awal adalah Organsiasi Sarekat Islam. Ulama juga berjuang memimpin sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan Kerajaan Belanda, seperti yang dilakukan oleh para ulam yang berdiri di belakang Perlawanan Pangeran Diponegoro atau Pemberontakan Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid di Cilegon. Banyak perlawanan terhadap Pemerintahn Hindia Belanda, yang dilakukan oleh ulama, tetapi sebagian besar dari mereka tidak banyak direkam dalm sejarah perlawanan. Mereka gigih membela tanah air dan bangsanya.  Dari perjuangan-perjuangan ini, kita dapat menarik nilai-nilai apa ayang terkandung di dalamnya, yaitu nilai nasionalisme.
Salah satu dalil yang dihafal oleh kaum muslimin adalah hubbul wathoni minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman.  Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.

Pada dasarnya setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan akan marah ketika tanah airnya dicela. Dengan demikian mencintai tanah air adalah sudah menjadi tabiat dasar manusia.

Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban berikut ini:
 “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).

Di samping Mekah, Madinah adalah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk komunitas Madinah dengan ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yang biasa disebut oleh kita dengan nama Piagam Madinah.

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah.
, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).

Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika kembali dari bepergian, yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu kendaraannya agar cepat sampai di Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat Anas RA di atas, menurut keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah disyariatkannya cinta tanah air.
Hadits tersebut menunjukan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya”Dari penjelasan singkat ini maka setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping itu juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan dalam kitab karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dikemukakan di atas.

Kesimpulannya adalah bahwa mencintai tanah air bukan hanya karena tabiat, tetapi juga lahir dari bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mendaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Konsekuensi, jika ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang berupaya merongrong keutuhan NKRI, maka kita wajib untuk menentangnya sebagai bentuk keimanan kita. Tentunya dalam hal ini harus dengan cara-cara yang dibenarkan menurut aturan yang ada karena kita hidup dalam sebuah negara yang terikat dengan aturan yang dibuat oleh negara.



Robiul Akhir merupakan seperempat kedua dari kalender hijriyah, oleh karena itu selain disebut dengan Robiul akhir juga disebut dengan bulan Robi’uts Tsani. Bulan ini adalah bulan keempat dari system penanggalan Hijriyah, sesudah Robiul Awwal dan sebelum memasuki bulan Jumadil Awwal. Terdapat beberapa peristiwa penting di Bulan ini.

Salah satunya adalah Percobaan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad dengan menggunakan batu yang dilakukan oleh sekelompok dari Bani Nadzir di Kota Madinah. Peristiwa ini terjadi di bulan RObiul AKhir di tahun ketiga HIjriyah.  Selain itu terdapat banyak peristiwa di masa ini diantaranya yaitu  perang Najran(pengusiran bani Nadzir), perang Al Ghabah(disebut Al Ghobah karena penyerangan oleh Unaynah bin Hizn Al Farisi orang Ghatafan terhadap unta-unta milik nabi di Al Ghabah. Perang ini juga disebut perang Dzi Qarad, terjadi pada 6H ), perang al Ghamar(untuk menyerang kabilah Bani Asad yang dipimpin oleh Ukkashah bin Mishan)

Demikian beberapa peristiwa yang terjadi pada bulan Robiul Akhir. Adapun dalam banyak sumber mengatakan bahwa wafatnya Abu Bakar Ash Shiddiq serta wafatnya Imam Al Ghazali adalah pada Bulan Rabiul Akhir adalah salah. Karena dari sumber yang lebih terpercaya, wafat kedua tokoh tersebut adalah pada Jumadil Akhir.

Bulan  banyak sekali terjadi perang. Sampai Asbabun Nuzul diturunkannya Al Hasyr adalah karena penghianatan yang memicu perang, Mulai dari masa Rasulullah sampai peristiwa setelah Rasulullah wafat. Sehingga pada bulan ini hendaknya kita memperbanyak diri dalam mengingat Allah dan meningkatkan ketakwaan serta menjadi pribadi yang mencintai kedamaian.
Keutamaan bulan Robiul Akhir ini adalah mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa perang sehingga membantu kita meningkatkan rasa cinta pada sesama. Untuk itu, keutamaan yang harus kita kerjakan pada bulan ini adalah:

1. Melaksanakan perintah yang wajib dengan lebih giat
Seperti dalam firman Allah surat Ar Ro’du ayat 11:
Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu merubah dirinya sendiri.”
Maksudnya adalah bahwa mningkatkan diri dalam melaksanakan perintah wajib seperti shalat wajib, puasa Ramadhan, Zakat dalam islam, dan lainnya adalah datang dari diri sendiri. Untuk diri sendiri yaitu memenuhi kuwajiban serta menjauhkan diri dari kufur. “sesungguhnya solat menjauhkan dari kufur”(al hadits)

2. Memperbanyak shodaqoh
Karena dalam bulan ini banyak terjadi perang dan mengingatkan kita tentang perang, maka sebaiknya kita mulai membangun rasa cinta kepada sesama dengan meningkatkan shodaqoh amal jariyah kita. Adapun shodaqoh sebaiknya kita berikan kepada Fakir Miskin, anak Yatim, orang yang berjuang di Jalan Allah, orang yang terlilit hutang, dan orang yang sedang bepergian. Selain itu kita juga dapat menyumbangkan sebagian harta kita untuk Jariyah. 

Jariyah adalah ibadah yang pahalanya akan terus mengalis meskipun kita telah mati seperti memberikannya pada Masjid, Sekolah berbasis Islam, Musholla, Tempat pengajian dan lain-lain. Sehingga ketika tempat-tempat tersebut masih dipergunakan untuk solat, kajian, menuntut ilmu, maka pahala dari jariyah kita tidak akan putus meskipun kita telah mati. 

3. Perbanyak melaksanakan solat Berjamaah
Solat berjamaah selain memiliki keutamaan sholat berjama’ah menambah pahala kita dua puluh tujuh derajat juga membuat kita lebih sering bersosial. solat berjamaah juga meningkatkan rasa solisaritas kita terhadap sesama muslim. Seorang Ulama pernah berkata bahwa Kaum Yahudi sangat mengetahui kehancuran Islam adalah ketika sedikitnya muslim yang berjamaah solat subuh. Dan Masya Allah, jamaah solat subuh pun dikebanyakan tempat memang semakin berkurang tiap tahunnya.

4. Memperbanyak membaca doa tolak balak
Doa ini dimaksudkan untuk menghindari diri dari balak atau musibah. Doa ini berbunyi:
Allahumma Ya Kaafiyal Bala’, Ikfinal Bala’, Qobla nuzulihi minas sama’ Yaaa Allah.”
Atau doa ini:
Allahumma idfa’ anna Al gholaa’a, wal balaa’a, wal wabaa’a, wal fakhsyaa’a, wal munkara, was suyufal mukhtalifata, wasy sydaaida wal mikhana ma dhoharo minha wama bathona min baladina haadza khoshotan wa min baldani muslimiina Amatan innaka Ala kulli syai’in Qodiir.”
Artinya:
“Ya Allah, hindarkanlah dari kami kekurangan pangan, cobaan-cobaan hidup, penyakit-penyakit wabah, perbuatan keji dan mungkar, ancaman-ancaman yang beraneka ragam, paceklik-paceklik dan segala ujian, yang lahir maupun yang bathin, di negri kami pada khususnya, dan umumnya di negri orang-orang muslim, karena sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

5. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah
Takwa yang dimaksud adalah melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Memjauhi larangan Allah lah yang terasa sulit jika kita tidak terbiasa melakukannya seperti menghindari zina dalam islam. Makanya, ada bermcam-macam manusia. yang pertama manusia yang melaksanakan perintahNya dan tidak menjauhi laranganNya, yang tidak melaksanakan perintah dan tidak menjauhi laranganNya, dan yang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan sangat jarang sekali.