Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing




Hari Ibu dalam Peradaban Kuno
Tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Hari Ibu dibedakan dengan Hari Kartini atau Hari Emansipasi Wanita. Hari Ibu diperingati sebagai Hari pengabdian seorang wanita dalam kedudukannya sebagai Ibu, yang berperan sangat penting dalam kehidupan setiap orang. Sehingga, peringatan Hari Ibu diperingati oleh orang sedunia, tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di luar negeri. Di Luar Negeri, peringatan Hari Ibu disebut dengan nama Mother’s Day

Menurut sebagian orang, Hari Ibu yang diperingati di Indonesia berbeda dengan Mother’s Day. Dilihat dari asal muasalnya, peringatan Mother’s Day di Barat, pada mulanya sebagai bentuk penyembahan kepada para dewi. Karena pada masa dahulu kala,  di banyak peradaban , sosok Ibu banyak dijadikan rujukan sesembahan. Seperti sesembahan Black Madonna,  Dewi Rhea di Peradaban Yunani, Dewi Gangga di Peradaban Tanah Hindustan,  Isis di Peradaban Mesir Kuno, dan sebagainya. Di Eropa pada abad ke 16, peringatan Hari Ibu diperingati bukan sebagai Hari pengabdian yang ditujukan kepada sosok Ibu, melainkan berdasarkan dogma agama, yaitu terkait pada Bunda Maria. Meskipun pada mulanya adalah peringatan berdasarkan kepercayaan agama, tetapi perayaan ini berkembang melepaskan diri dari kepercayaan pagan (penyembah berhala).

Peringatan Hari Ibu Nasional
Peringatan Hari Ibu yang diaksanakan di Indonesia sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa seorang Ibu dalam pengabdiannya melayani keluarganya dan membesarkan anak-anaknya. Berbeda dengan di luar negeri yang diperingati serempak oleh beberapa Negara. Seperti beberapa Negara di timur tengah memperingati Hari Ibu di tanggal  21 Maret, di antaranya adalah Arab Saudi,  Mesir,  Yordania, Palestina, Libya, Uni Emirat, Lebanon, dst. Dan pada tanggal 8 Maret di Negara-negara Eropa Timur, seperti Rusia, Rumania, Serbia, Bosnia, Kazastan, Armenia, Bulgaria, dst. Serta tanggal 9 Mei, yang diperingati oleh lebih dari 70 Negara yang memperingati Mother’s Day. 

Peringatan Hari Ibu oleh Negara Indonesia berasal dari Konggres Perempuan Indonesia, yang jatuh pada tanggal 22 sampai tanggal 25 Desember 1928. Dan berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno No. 316 tahun 1953, meresmikan tanggal pelaksanaan konggres tersebut sebagai Hari Ibu Nasional.  Hari Ibu bukan termasuk Hari Libur Nasional, belum ada masa pemerintahan di Indonesia yang meliburkan hari ini. Bukan berarti menghormati sosok Ibu hanya pada tanggal ini, karena dalam akhlaq Islam, dalam keadaan apapun, menghormati orangtua, terlebih Ibu, harus dilakukan tiap saat, walau ibunya berbeda agama sekalipun.
Hari Ibu diperingati layaknya Hari Pahlawan. Terlalu berat untuk membayar jasa mereka, sebagaimana kita tak mungkin membayar jasa seorang ibu yang telah melahirkan dan menyusui kita. Setidaknya, di Hari Ibu, adalah salah satu moment yang tepat untuk merenung, bagaimana sikap kita terhadap ibu. Apakah kita selama ini bersikap layaknya anak yang baik dan patuh kepadanya?


Sikap Terhadap Ibu

Peringatan Hari Ibu yang terpenting bukan lah hari nya. Tetapi sikap apa yang kita perbuat kepada kedua orangtua, khususnya ibu. Secara umum, sikap seorang anak kepada orangtua adalah merendahkan diri :
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya” [Al-Isra : 23]

“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]
Ajaran agama Islam terhadap orangtua dapat dilihat dari sebuah hadits yang berbunyi: Ridha Allah tergantung dari ridha kedua orangtua. Hadits ini memberi tekanan bahwa pertimbangan orangtua sangat penting. Secara logika, mereka adalah orang yang mengasuh anak sedari kecil, mengetahui bakat dan kebiasaan anak-anaknya. Kedua, mereka menyayangi mereka secara ikhlas lillahi ta’ala, dan tak ada seorang pun yang mampu ‘menandingi’ ketulusan mereka. Meski demikian, anak juga mempunyai hak untuk berbeda pendapat dengan mereka, tetapi harus dengan cara yang baik (ma’ruf). 

Penghormatan anak terhadap Ibunya, dalam Islam, lebih utama daripada penghormatan terhadap ayahnya. Dalam sebuah hadits mutawattir disebutkan

Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Dalam hadits lainnya bahkan dikatakan ‘ al jannatu fii aqdaami ummahaat, atau surga itu terletak di bawah kaki seorang ibu. Ini adalah bahasa kiasan untuk menunjukkan betapa penting nya peran seorang ibu terhadap anak-anaknya, dan sebuah pelajaran dari rasul bagaimana seorang anak harusnya bersikap kepada ibunya.

Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan perintah yang jelas untuk menghormati kedua orangtua. Sehingga penghormatan terhadap orangtua sampai orangtua sudah menua, wajib hukumnya. Sebagaimana dalam al Qur’an disebutkan;

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)

Peran Seorang Ibu
Sehebat-hebatnya seorang ayah, ia tak bisa melakukan beberapa tugas yang dilakukan. Diantaranya adalah mengandung dan menyusui. Adalah sunnatullah, hanya wanita (ibu) yang bisa mengandung bayi, karena Allah telah menganugerahkan wanita dengan ‘rahim’.  Rahim ini sebagai tempat pertemuan sel telur dan sel pejantan dalam tubuh seorang wanita. Kemudian berbuah menjadi janin yang menempel di dinding rahim. Dalam al Qur’an disebutkan ;  

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)(23:12-13).

Proses perkembangan anak dalam dinding rahim itu dijelaskan secara detail dalam ayat al Qur’an;.
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al Mu’minun 12-14)

 Semakin tua kandungan, semakin besar perut sang bunda. Semakin bertambah lemah fisik dan bertambah kepayahannya. Tetapi ia dapat melaluinya secara ikhlas, hingga waktu melahirkannya. Ketika melahirkannya, ia dihadapkan pada suatu ujian, jika tidak ditangani secara tepat, yaitu dengan bantuan medis professional, akan mengalami keguguran atau wafat ketika melahirkan. 

Pada zaman dahulu, banyak ditemukan wanita yang meninggal dunia karena melahirkan seorang anak. Bahkan pada masa kini, ketika ilmu dan peralatan kedokteran mengalami kemajuan, tingkat kematian wanita ketika melahirkan masih relative tinggi. Wanita yang meninggal waktu melahirkan seperti orang syuhada’ yang meninggal dalam berjuang di jalan Allah. Sehingga wanita yang meninggal karena melahirkan, dalam agama Islam, tergolong meninggal dalam keadaan syahidah. 

Perjuangan seorang Ibu tidak hanya berhenti ketika melahirkan anak. Tetapi ia menghadapi kewajiban berikutnya, yaitu menyusui anak. Sebuah tugas yang tak mungkin digantikan oleh ayah. Bahkan ketika anak tumbuh sampai dua tahun, seorang ibu tetap dianjurkan untuk menyusui anaknya. ASI lebih baik daripada air susu yang berasal dari binatang ternak (sapi).  Pada masa-masa kecil,seorang anak rewel, seorang ibu harus terjaga baik di siang maupun malam hari. Ia harus ada ketika anak membutuhkannya. 

Tidak semua wanita yang mengandung atau melahirkan adalah seorang ibu. Karena banyak dari wanita tidak kuat atau tidak lulus seleksi menjadi seorang ibu. Banyak dari wanita, menggugurkan kandungannya. Atau ketika bayinya sudah lahir, ia membuang bayi atau menitipkannya kepada orang lain. Bahkan banyak kasus ditemukan, mereka malah membunuh bayi atau janin yang dikandungnya, karena sebab-sebab tertentu.  

Ujian bagi seorang ibu, tidak hanya pada awal kehidupan anak, melainkan pada masa-masa sesudahnya. Idealnya, seorang ibu lah yang mendidik anaknya dibandingkan dengan ayahnya atau orang lain (pembantu). Karena kedekatan emosional sejak dari dalam kandungan, lebih mudah diberikan daripada orang lain. 

Tidak semua ibu mempunyai masa lineal yang sama. Mereka selalu hidup berpasangan dengan suaminya, merawat anak secara bersama-sama. Tetapi banyak ditemukan kasus seorang ibu yang berjuang sendirian. Mereka membesarkan anak, mencarikan nafkah bagi mereka, hingga masa dewasa, seorang ibu mempunyai insting yang lebih tajam untuk mengasuh anak mereka daripada insting yang dimiliki oleh seorang ayah. Meskipun mereka lemah, tetapi jika dihadapkan pada keterpaksaan menghadapi tuntutan masa depan sang anak, banyak dari mereka melakukan apapun agar kehidupan dia dan anak-anaknya tetap berlangsung.


-